Ada yang pernah lihat logo burung mambruk ini?
Yup, ini lambang Organisasi Papua Merdeka alias OPM, atau lebih tepatnya, lambang negara Papua Barat. Beberapa hari terakhir ini lambang tersebut saya jadikan avatar di Y!M saya, & menghasilkan percakapan (chatting) sebagai berikut dengan seorang kawan cewek blogger (sebut saja rempu) di pulau seberang yang jauh:
PS: emoticon Yahoo ditaruh dalam kurung.
rempu: cieh
rempu: logo apa tuh?saya: logo OPM
saya: Organisasi Papua Merdekarempu: jeh
rempu: mau makar?saya: (Whistling)
saya: makar itu kan istilah orang jakartarempu: mau memberontak?
saya: ahem… Pembukaan UUD mengatakan bahwa: “Bahwa sesungguhnya, kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa…”
saya: konsisten dengan itu lah…rempu: tapi sayangnya papua ga boleh lepas dari indo
saya: kata siapa?
rempu: kata saya
saya: fufufu… (Laughing)
rempu: yee
saya: kamu gak rugi kalo Papua gak lagi diduduki Indonesia kok (Smug)
rempu: kalo ke akunya langsung sih nggak
rempu: tapi tetep ga bolehsaya: kolonialis banget ya? (Tongue)
rempu: iya doms
rempu: coz mempertahankan irian itu mengambil banyak nyawasaya: iya, banyak nyawa penduduk lokal sini (Laughing)
rempu: jadi mo lebih banyak lagi nyawa yang jatuh?
saya: biasa itu, harga perjuangan melawan penjajah. Dulu Indonesia juga ngalami
(berlanjut ke topik lain)
Fufufu… ๐
Oke, saya cuma iseng saja dengan logo OPM itu, saya tak pengen bicara tentang OPM, militerisme atau pelanggaran HAM, tidak juga soal referendum dan separatisme, tidak juga soal ketidakadilan dan ketidaksejahteraan, hal-hal itu rumit dan panjang lebar. Tambahan lagi yang tak kalah pentingnya, orang Papua itu heterogen, tidak bisa menulis satu hal yang pasti mewakili semua unsur sama adilnya. Belasan demonstrasi menuntut pembebasan aktivis pro referendum Buchtar Tabuni yang bisa saya tonton tiap minggunya di Jayapura, misalnya, AFAIK didominasi oleh suku-suku tertentu saja, sementara orang Papua lainnya melakukan aktivitas sehari-hari tanpa menghiraukan demo tersebut.
Hal yang menarik perhatian saya pada chatting tersebut hanyalah kalimat yang saya tebalkan. Ini menarik karena:
1] Teman yang mengatakannya bukan etnis Papua, tidak menetap di Papua, tidak pernah ke Papua, dan tidak punya urusan dengan Papua.
2] IMO pendapat ini bisa saja mewakili sebagian (besar?) opini rakyat Indonesia tentang separatisme (di Papua), sejauh wawasan saya sendiri.
Menurut saya, orang Papua sendirilah yang punya hak -di tempat pertama- menentukan identitas, jalan hidup dan masa depan mereka, bukan warga pendatang seperti saya, apalagi suku-suku Indonesia yang lain. Jadi kalo mereka mau pisah ya monggo. Rasanya aneh mendengar orang non etnis Papua menentang separatisme Papua. Itu sebabnya saya mendebatnya.
Saya mengerti kalau Pemerintah yang ngotot mempertahankan Papua, ini masalah, kedaulatan, eksploitasi, ipoleksosbudhankamnas dll dsb whatever, tapi kenapa masyarakat juga ikut gerah? Kenapa orang non Papua begitu bersemangat mempertahankan Papua didalam Indonesia? Seberapa jauh sih, semangat anti disintegrasi tersebut melihat tanah Papua sebagai hak milik orang Papua, dan bukan hanya sekedar wilayah Indonesia? ๐
Suatu kali saya pernah bertanya pada sora.kun soal wilayah Indonesia berdasarkan alasan historis:
Berarti sama fallacy-nya (argumentum ad antiquitatem) juga dengan menyatakan Republik Indonesia itu harga mati dari Sabang sampai Merauke karena selebar itulah Hindia Belanda dulu. (?)
yang dijawab beliau:
Tentu saja. Itu fallacy, bukan? Masa menimbang perkara masa kini semata dengan berkaca pada masa lalu?
Sementara sebelumnya, dalam suatu chatting dengan Kopral Bambang soal Patih Gajahmada, geddoe berkata demikian:
[…] saya menganggap negara itu tak lebih dari konvensi politis (Big grin)
indonesia itu bisa sumatra (plus) jawa, bisa indonesia (minus) papua, bisa indonesia sekarang… […]
Yah, setidaknya saya tahu bahwa ada juga teman yang bisa lebih fleksibel soal peta Indonesia. Selama saya hidup, sudah berulang kali peta dunia berubah karena munculnya negara-negara baru disana-sini, mestinya tidak aneh kalau peta Indonesia juga bisa berubah. ๐
Ada pertanyaan yang lebih jelas dari Bang Fertob soal ini dalam reply beliau di suatu tulisannya tentang Papua:
Nah, yang perlu didekonstruksi itu adalah alasan mengapa Indonesia membutuhkan Papua sebagai bagian wilayah darinya. Apa alasannya, apa landasannya, dan apa yang ditawarkan dari situ.
Jawaban beliau sendiri:
Sementara kalau saya lihat dengan kacamata kuda saya, kebanyakan alasan ekonomi dengan eksplorasi kekayaan alam Papua, yang menjadi alasan utama mengapa Indonesia mempertahankan Papua. Kalau itu benar, nggak heran mereka berontak.
Fritzter, teman saya sesama pendatang di Papua yang anti OPM menjawab dengan lebih kritis:
Alasan? Hubungan keterikatan dan [terlanjur] saling membutuhkan antara orang Indonesia dan orang Papua.
Orang Indonesia cari makan di Papua, Orang Papua cari ilmu di Indonesia.ilmu bisa dipakai untuk cari makan, tapi makanan belum tentu layak ditukar dengan ilmu
Landasan? Keterlanjuran dan ketidak-siapan mayoritas orang Papua untuk perang terbuka jika ingin berpisah dari Indonesia.
Merdeka dengan jalan damai? Omong kosong.
Itu sebabnya orang Aceh punya kekuatan tawar jauh lebih besar daripada orang Papua untuk urusan merdeka.
Yang ditawarkan? Barter. Potensi geografis ditukar dengan modernisasi dan peluang & sarana untuk bersaing dengan dunia luar.
Pendapat saya? Diluar alasan ‘versi Pemerintah’ seperti kata teman-teman saya diatas sih, IMO sih ini pandangan Nasionalisme versi Wawasan Nusantara yang terlalu kaku, the so-called “NKRI harga mati.” Warisan legenda kebesaran Majapahit, mungkin? Kalo seperti ini sih, sama saja kolonialisme, cocoklah kalau ditambahi rekayasa Pepera, eksploitasi SDA, aksi represif aparat, dan kontrol Pusat yang ketat. (walaupun tiga poin terakhir bukan terjadi di Papua saja)
Meskipun begitu saya rasa para blogger, yang pastinya lebih intelek, semestinya punya alasan personal yang lebih canggih kalau mengatakan tidak pada kemerdekaan Papua ketimbang hanya: “pokoknya gak boleh”, atau hanya karena semangat upaya disintegrasi ini adalah ideologi sistem demokrasi, liberal, kapitalis, atau teori-teori konspirasi Barat lainnya yang mesti ditentang habis-habisan.
Tgk. Alexยฉ yang saya hubungi lewat sms, misalnya tidak setuju Papua merdeka (begitu juga dengan Aceh, kampung halamannya) dengan alasan kesejahteraan masyarakat.
Gak 2-2nya (Aceh maupun Papua). TimTim itu contoh yang keteteran instal ulang negara beru. Merdeka bukan segalanya. Cuma melahirkan raja-raja baru.
Begitu katanya, dan saya mengaminkannya.
Saya juga keberatan daerah ini merdeka, bukan karena saya (dan jutaan warga pendatang lainnya) bakal paling direpotkan dan kesusahan, tapi karena nanti Persipura tidak bisa lagi maen lawan Persija atau PSM di liga Indonesia. Wuahaha! ๐
Yah, apapun keberatan saya dan siapapun juga soal Papua merdeka, IMO jangan sampai tidak menghargai apa kata orang Papua sendiri tentang daerahnya. Suara hati nurani merekalah yang paling penting (sekali lagi, IMO). Sebagai orang yang besar di Papua, saya tahu bahwa keinginan untuk berdaulat sendiri itu ada di dalam hati kecil tiap orang Papua, sesuatu yang susah dicapai bukan hanya karena Papua ada didalam Indonesia, tapi juga karena Indonesia ‘ada didalam Papua’, dalam bentuk kehadiran jutaan warga pendatang yang jumlahnya konon sudah lebih banyak daripada penduduk asli (walaupun tanpa mereka Papua akan susah semaju sekarang). Ada ‘kemayoritasan’ yang hilang, ada keseimbangan yang terganggu, sepertinya. Di parlemen lokal misalnya, timbul kepanikan bagaimana supaya penduduk asli bisa menjadi anggota dewan terbanyak (karena warga pendatang dianggap pasti memilih caleg pendatang juga); di kalangan gereja terkadang, ada kekhawatiran terhadap isu islamisasi yang menyertai banjir kaum pendatang, dan Masjid yang tumbuh subur, mengganggu status tradisional Papua sebagai daerah Kristen. Ini hal-hal yang susah diatasi meski dengan Perda. Ada banyak masalah lain lagi, dengan tidak melupakan PT Freeport, yang mesti jadi tulisan sendiri tuk membahasnya. ๐
Jadi, saya pikir, orang Papua sajalah yang mesti lebih banyak bicara tentang daerahnya. Kalau mau referendum, itu urusan mereka, ntah bagaimana cara mewujudkannya. Kalaupun andai nanti setelah bisa merdeka orang Papua terjebak dalam perang suku (yang sangat potensial terjadi) lalu mati semua, ya biar sajalah, pilihan mereka. Kalau Otsus -yang masih jalan di tempat dan dikorup para pemimpin mereka sendiri ini- yang lanjut jalan, ya semoga mensejahterakan. Tapi sementara Papua masih bergabung dengan RI, kita jaga sajalah supaya jangan pemerintah pusat jadi bersistem Khilafah Islamiyah atau semacam itu yang lagi ramai dibicarakan akhir-akhir ini. Sesungguhnya itu akan jadi bahan bakar yang sangat baik bagi percepatan kemerdekaan Papua. ๐ฟ
Catatan:
1] Ini adalah double-post dengan artikel yang sama di politikana. Yang asli diposting hari sabtu (18/4) siang. Beberapa tautan saya sesuaikan.
2] Posting ganda ini selain buat apdet blog ini (yang seminggu terbengkalai), juga supaya teman-teman yang tidak punya akun politikana bisa turut menyumbangkan tanggapan.
3] Walaupun kesannya ini adalah argumen ‘nasionalis vs separatisโข’, tapi sesungguhnya artikel ini adalah bagian dari adu argumen tanpa henti ‘khilafah vs demokrasiโข’ dalam hal ini mana yang lebih mempercepat separatisme. (quoted from C e l o) Harap diperhatikan. ๐
4] Buat “mbak rempu” yang cetingannya saya muat, maaf gak pake beritahu. Gpp ya?
5] Buat memeth, goen lee, Tgk. Alexยฉ dan Catshade yang sudah nyeret-nyeret saya ke politikana, Big Thanx.. m(_ _)m
Tadinya sih mau komen banyak. Habis lihat bagian akhirnya…ya sudah saya cukupkan sedemikian ini saja. ๐
Saya mau siap-siap convert saja in case ada apa-apa di Indonesia. ๐
Bolehkah saya samakan dengan isu putra daerah?
Kalo ya, di daerah saya juga kental kok. Tapi ujung2nya apa? Nepotisme jg.
Dan, sama saja, potensi putra daerah tsb msh diragukan. Manja. Definisi putra daerah? Apa pendatang yg seumur hidup tinggal di daerah tsb dan punya keinginan membangun tdk layak disebut putra daerah? *kok curcol ya? ๐
Tapi entah, mungkin memang kondisi di sana 1000x lebih rumit ๐
Mungkin saya yang salah mengerti ato bagaimana jd komentarnya malah balik nanya. Maapkan ^^
Dan, oh… saya tidak setuju Papua pisah, krn.. repot bos kalo ternyata si temen jd kerja di sana ๐
Saya nggak setuju Papua pisah dari Indonesia, Jens. Saya benci banget kalo ke mana-mana harus ngurus paspor dan fiskal segala. Bikin repot aja!
repost ๐ฟ
*sudah baca duluan di politikana*
tapi seperti yang pernah saya katakan pada saat chatting dulu, kalaupun pisah yang diuntungkan tetep elit politiknya, rakyat mungkin masih akan menderita.
dan soal khilafah, itu kan cuma ide sedikit orang saja. saya percaya sebagian besar orang Indonesia masih tetap ingin Indonesia seperti sekarang.
repost -1, gan. ๐
*ngikutin di politikana*
Saya DUKUNG kemerdekaan Papua, saya kan pendukung perpecahan Indonesia. Kalau Papua merdeka, KALIMANTAN JUGA HARUS MERDEKA!
Hidup GKM!
*kabur sebelum di petrus manusia manusia sok Nasionalis*
wwakakakak… Repost -1
hmmm..mo ngomong apa ya?
saya setuju koq kalo orang Papua sendiri yg harus lebih banyak bericara tentang apa yg mereka inginkan.
Lagipula dulu saat Timtim memilih merdeka, siapakah yg sesungguhnya dirugikan atau juga diuntungkan? saya koq biasa-biasa aja ya? ngga merasa diuntungkan apalagi dirugikan…
setuju ama ini aja, udah terlanjur sih ๐
dan IMHO karena hati manusia tidaklah seperti malaikat ๐
Lee Kuan Yew dikloning aja. Papua bisa merdeka asal pemimpinya Lee Kuan Yew. *korban cuci otak lambrtz*
Hmmm….masalahnya kompleks. Mungkin ini karena kesempatan masih timpang karena daya saing masih timpang pula, jadi yang tertinggal merasa ‘tidak punya kesempatan’. Seharusnya kita sama-sama maju dan kita harus membuat sistem yang adil agar setiap orang bisa menjadi nomer 1 di dalam berbagai tingkatan tanpa melihat suku, agama ataupun golongan. Sistem yang bekerja haruslah sistem demokrasi saja. Saya yakin kalau daya saing sudah merata dan kesempatan juga sudah merata, dan tak ada lagi diskriminasi baik yang ‘terang-terangan’ ataupun yang ‘malu-malu’, merekapun akan merasa menyatu dengan kita. Apalagi jikalau ditambah fakta nantinya bahwa Papua Barat jauh lebih makmur dan maju dibandingkan Papua Nugini ditambah lagi pula banyak orang-orang PNG yang meminta ‘suaka ekonomi’ di Papua Barat, pasti mereka akan banyak melupakan kemerdekaan apalagi ingin bergabung dengan PNG, walaupun mungkin semangat melepaskan diri tidak pernah bisa 100% pupus…. ๐
ehehehehe ini dikit nambah…
Bahwa sesungguhnya, kemerdekaan itu ialah hak segala bangsaโฆ…maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan…
mungkin jika kondisi papua lagi dijajah oleh Indonesia wajar untuk mengajukan kemerdekaan tapi ini tidak dalam kondisi dijajah atau mereka intinya cuman nuntut bo ya sejahterakann rakyat papua lho wong disini kaya akan sumber daya alam yang kaya kok yang dipusat kan aneh..
mungkin itu kali pendapat saya mah
Pada dasarnya saya nggak suka perang, apapun itu. Apalagi perpecahan di dalam wilayah NKRI sendiri. Perjuangan untuk mempersatukan seluruh daerah menjadi sebuah NKRI memakan banyak korban, baik dari penduduk, ataupun pemerintah. Lihat saja Timor-timur yang sukses dilepas BJ Habibie, apakah mereka hidup jauh lebih baik dari sebelumnya? saya rasa tidak, justru banyak warga ex timor-timur yang imigrasi ke Indonesia, baik legal maupun ilegal dan malah menimbulkan masalah baru, karena mereka menumpuk diperbatasan NTT-Timor Leste.
Coba saja tanyakan pada seluruh warga Papua, apakah mereka benar-benar ingin lepas dari Indonesia? saya rasa juga tidak. Kenapa? karena itu berarti mereka harus berperang, itu berarti mereka harus siap kehilangan anggota keluarganya, dan itu berarti hidup mereka akan lebih kacau dari sebelumnya karena perang.
merdeka pun bukan sebuah jawaban untuk perbaikan, sama seperti yang dikatakan buya Alex, belum tentu Papua bisa lebih baik dari sekarang dengan melepaskan diri dari Indonesia.
Saya tidak pernah setuju pada daerah-daerah yang melepaskan diri dari Indonesia, baik itu Papua, Aceh, Timor-timur, atau daerah manapun di Indoesia, karena itu membuat arti dari simbol Bhineka Tunggal Ika gugur, seharusnya perbedaan bisa membuat kita saling melengkapi, bukan menghancurkan seperti sekarang.
Saya bukan orang Jawa, bukan orang Bali, bukan orang Aceh, bukan orang Papua, or manapun, tapi saya orang Indonesia ๐
(doh)
itu quotenya Buya ketinggalan
oya, bang Jensen, bahas tentang freeport dong
๐ after all penjelasan yg politis… ternyata cuma ini alasannya.. ๐
sapa tau kalo papua merdeka Persija malah bisa mlaju sendirian ke Liga Champion ๐
Who am I to say?
Cuman setaun disana tidak memberikan hak apa-apa untuk bicara.
Tapi sebagai warga negara kita memang harus bicara ๐
komentar repost buat postingan repost.
karena saya termasuk blogger yang kurang intelek, jadi teteup cuma bisa debat dengan bilang :
NGAK BOLEH DONG, ENAK AJAH.. NGENYEL AMAT SIH DIBILANGIN-NYA.. NGAK BOLEH YAH NGAK BOLEH AJAH!
*berlalu*
wekekekek
Politik?
ah, lagi nggak bisa mengenyahkan teori konspirasi dari kepala nih ๐
Lha? kok bukan chatlog saya yang diposting? ๐
Lha terus dirimu kok merasa berhak ngurusi Israel-Palestina, padahal tidak menetap di Israel, tidak pernah ke Israel, dan warga pendatang di Israel pun tidak ? ๐
Tu Quoque? ๐
Yang tidak ikut gerah ya mereka yang tidak merasa harus berjuang untuk bisa hidup. Yang sama sekali tidak merasa bahwa situasi politik di negaranya – di provinsi lain sekalipun – akan secara langsung mempengaruhi situasi politik dan ekonomi di daerahnya sendiri.
Yang gerah tentu saja yang melihat suatu wilayah dalam negaranya sebagai salah satu pilihan tempat mencari makan, sekarang atau satu saat nanti.
Yang tidak merasa gerah ya yang merasa tidak akan terpengaruh dengan segala perubahan itu. Yang merasa bahwa apapun yang terjadi dia akan tetap aman dalam kepompongnya.
Masalahnya masih terlalu banyak orang Indonesia ini yang belum punya kepompong.
Atau yang lebih memilih keluar dari kepompong dan hidup di dunia nyataDan tentu saja sangat naif kalau berpikir bahwa kemerdekaan Papua tidak akan ada pengaruhnya bagi orang Indonesia di daerah lain.
Apalagi kalau yang dibayangkan adalah skenario terburuk, yaitu semua orang non Papua eksodus – kalau tidak diusir – dari Papua, dan kembali memenuhi daerah2 daerah lain di Indonesia yang sudah terlalu padat. Kembali menambah beratnya persaingan dalam pergulatan ekonomi yang sudah terlalu berat.
Belum lagi dampak anjloknya devisa negara (minimal dari pajak, belum lagi dari SDA) akibat hilangnya salah satu kantung populasi terbesarnya. Ini jelas akan berdampak langsung terhadap perekonomian nasional. Jelas akan mempengaruhi semua orang.
Hanya mau melihat semata-mata dari hak saja?
Ho ho! Emangnya cuma orang Papua saja yang punya hak? Semua orang juga punya. Pemenuhan hak satu kelompok yang akan mempengaruhi pemenuhan hak kelompok lain, jelas harus mengacu pada konsensus antara dua atau lebih kelompok tersebut. Tidak peduli konsensus? Konsekuensinya konflik. Tidak mau konflik? Ya lupakan saja. Telan saja itu mimpi indah.
Memang, wacana yang berkembang sejak lama, demi mengkompensasi ketidak-siapan dan ketidak-mampuan OPM untuk perang terbuka, adalah iming-iming “hidup damai bersama” bagi kaum pendatang yang bersedia tetap tinggal di Papua setelah merdeka.
Tapi faktanya masih banyak pendatang – termasuk saya – yang tidak rela dengan opsi itu. Misalnya, saya sepakat dengan pendapat yang menghendaki, bila Papua merdeka, maka pendatang akan eksodus setelah memastikan bahwa segala aset di atas tanah Papua yang merupakan hasil keringat kaum pendatang dibumi-hanguskan terlebih dahulu.
Kalau ingin merdeka, orang Papua harus mulai dari nol – atau tidak sama sekali.
Seperti biasa, saya hanya akan mewakili diri saya sendiri, yang kebetulan non Papua.
Saya bersemangat menentang OPM karena organisasi boneka ini lebih banyak dijadikan tameng bagi bajingan-bajingan oportunis untuk cari duit cepat. Orang-orang munafik yang ingin hidup enak dalam suaka politik Belanda, Inggris dan Australia dengan memperalat orang Papua pegunungan-tengah yang selalu dijejali ilusi bahwa mereka bisa menang melawan TNI.
Saya saat ini bersemangat mempertahankan Papua di dalam Indonesia karena saya saat ini adalah orang non Papua yang hidup di Papua, dan mau-tidak-mau terpapar langsung terhadap konsekuensi riil dari segala perubahan politik yang terjadi di sini.
Saya tidak punya kepompong protektif yang bisa melindungi saya dari segala dampak itu.
Selain non Papua, saya juga non Kristen, jadi saya jelas jadi sampah dalam badai Affirmative Action, yang sedang digalakkan bukan hanya oleh pemerintah tapi juga oleh semua stakeholder, lokal maupun asing. Fakta yang cepat atau lambat akan memaksa saya berusaha menjadi entrepreneur.
Affirmative action ini jelas dampak logis dari Otonomi Khusus, yang menjadi solusi pemerintah terhadap aspirasi merdeka. Otonomi Khusus yang sampai sekarang masih menjadi lahan korupsi bagi pejabat2 Papua.
@Yari NK
Semua kepala daerah dari Gubernur sampai Lurah di Provinsi Papua – mungkin di Provinsi Papua Barat juga – adalah orang Papua Asli.
Tapi tetap saja belum puas. Alasannya pejabat banyak yang korup. Dana Otsus masuk kantong pejabat, tidak mengalir ke rakyat. Tapi tidak pernah pejabatnya yang didemo. Malah korupsi di pemerintahan oleh orang-orangnya sendiri, yang dipilih sendiri, dijadikan salah satu alasan untuk minta merdeka. Cukup adil?
Yang ini saya asli baru dengar. ๐
Ngapain juga minta ‘suaka ekonomi’, lha wong disana jaminan sosial jalan. Pengangguran aja dibiayai hidupnya oleh negara.
Orang Papua pro-OPM itu bukan minta merdeka dari Indonesia, tapi lebih jelasnya mereka minta dijajah oleh Inggris, Australia atau Belanda. Atau bahkan Amerika (padahal menolak Freeport ๐ ). Asal bukan Indonesia saja lah.
Maksudnya supaya mereka bisa jalan potong dari bangsa “jajahan negara dunia ketiga” menjadi bangsa yang diayomi negara maju. Nggak sudi dong kalau harus ikut2an berjuang dari bawah seperti orang Indonesia lain.
Mangan gak mangan yang penting ngumpul ! hahahha
Tapi saya pribadi, lebih seneng aceh dan papua masih dibawah naungan NKRI. Alesannya…. (japri aja, gak enak bisa ribut panjang di blog orang hahahha)
Tapi kalo mereka tetep mo pisah, mbok ya dipikir2 beratus2 bahkan beribu – ribu kali… jangan malah nanti jadi kaya timor timur..
@ lambrtz
Just feel free kalo mo komen banyak lo, djo.
Ide bagus. Nanti masuk National Service, trus bantu rebut kembali Jakarta ya? ๐
@ Takodok!
Boleh saja. Tapi isu ini sudah terkover dengan UU Otsus dan dijalankan dengan gegap gempita. Instansi dan organisasi apapun bisa ricuh kalo sampai pemimpinnya bukan putra daerah, sedemokratis apapun terpilihnya. ๐
Menurut UU Otsus Papua, pasal 1 huruf t: Orang Asli Papua adalah orang yang berasal dari rumpun ras Melanesia yang terdiri dari suku-suku asli di Provinsi Papua dan/atau orang yang diterima dan diakui sebagai orang asli Papua oleh masyarakat adat Papua;
Yang bikin rumit bisa dibilang orang sini juga. Gak kompak sih. ๐
Santai ajalah, Des. Kaya’ baru kenal saja.
Karena blum pasti pisah, kapan Desti yang kesini?
@ Vicky Laurentina
Repot asal gratis sih gpp, vic. Ini dah repot, mahal pula.
BtW, kalo komen gitu artinya ada rencana kesini dunks? ๐
@ itikkecil
Iya mbak, repost. Kan dah ditulis diatas.
Sekarangpun yang diuntungkan dengan Otsus juga masih elit politik, dan lagi IMO memang terlalu utopia mengharapkan super solusi yang bisa mensejahterakan rakyat dengan instan, sekalipun daerah ini kaya raya.
Memang, ini kan perang opini sahaja. Tapi tetap saja perlu di-counter.
@ G-Nazi
Heh, saya ini repost kan terinspirasi kamu!!!111!! ๐ฟ ๐ฟ
@ Fortynine
Nah, kubilang juga apa!?! ๐
Btw, kamu asli Borneo kan, rid? ๐
@ sitijenang
Damn! Rating saya sudah Repost -3 ini!
*angkat senjata*
@ *hari
Okay!
Kalau menurut Presiden Habibie saat itu, AFAIR, Indonesia justru diuntungkan, karena biaya yang harus dikeluarkan negara tuk mengurusi Timtim lebih besar daripada sumbangsih daerah tersebut. (negara nombok sekitar Rp. 200M/tahun, sementara PAD-nya tak lebih dari 7%-nya). Blum lagi tekanan Internasional. Emang daerah miskin sih. ๐
@ Arm
Yo, bener. Keterikatannya memang lebih kuat daripada yang dibayangkan. lingua franca di Papuapun bahasa Indonesia, bahkan lagu kebangsaan Papua Merdeka juga bahasa Indonesia. ๐
@ Mas Gentole
Mas..? ^^
LKY? Hmm… Bukannya lebih cocok Idi Amin? ๐
~~~~
Okay, separuh dulu. Reply selebihnya nyusul.
heheheh..komennya banyak, jadi sampai di to-be continue ya mas J ?
hum…klo banyak pulau yang memisahkan diri dari indonesia, kira-kira beberapa puluh tahun ke depan apakah hanya akan tinggal pulau jawa saja ? *mengingat bahwa ibukota nya memang di pulau jawa*
hm..bagaimana ya klo saya punya ide buat bikin organisasi OPJ – Organisasi Pembebasan Jawa.. 8)
ga keren amat ya
*digebukin*
@Fritzter
Ya terang aja baru dengar… lha wong itu “andaikan” bukan atau belum keadaan yang sebenarnya.
Kekuatan ekonomi dan kesejahteraan tidak pernah diukur dengan pengangguran yang dibiayai hidupnya oleh negara. Namun selalu diukur oleh GDP (termasuk juga perkapita) dan juga beberapa indikator ekonomi lainnya. Tentu itu ditambah dengan minimnya angka pengangguran dan inflasi yang terkendali. Jadi suatu negara yang banyak sekali penganggurannya walaupun dibiayai hidupnya oleh negara tentu tidak akan pernah lebih baik dari suatu negara yang penanggurannya tidak dihidupi oleh negara tetapi tingkat penganggurannya sangat rendah dan perekonomiannya tumbuh. Jikalau pengangguran tinggi karena kekurangan aktivitas ekonomi bagaimana ekonomi mau tumbuh? ๐
Usul alternatif:
Gimana kalau ibu kota Republik Indonesia dipindahkan dari Jakarta ke Papua?
Bolehlah kalau Jayapura mau dijadikan ibu kota, mirip kasus Jayakarta jadi Jakarta; Jayapura = Japura ๐
Paling nggak bisa menurunkan minat orang Papua mau memisahkan diri.
Hanya saja kayaknya sulit bagi orang2 “gedean” di Jakarta kehilangan duit objekan jika objekan mereka dialihkan ke papua
*semoga tak dianggap nyampah*
@ Yari NK
Yo, masalahnya memang kompleks.
Masalahnya, siapa mau memajukan siapa? Pemerintah sekian lama setengah hati memajukan orang Papua. Warga pendatang yang lebih maju juga tak peduli, karena memang bukan urusan mereka. Alhasil yang tertinggal juga terus tertinggal. ๐
Kebijakan sekarang (Otsus) sudah berat ke mereka malah, tapi memang masih susah tuk maju karena birokrasi yang buruk dan aparat yang sangat korup.
Saya agak kurang yakin dengan “menyatu” ini selama dikotomi “pendatang” dan “pribumi” masih ada, tapi ya lihat sajalah. ๐
Berandai2pun, masih terlalu tinggi itu bang. ๐
Ah, tidak pernah itu. Hanya impian beberapa intelektual tuk sebuah persatuan Melanesia Raya yang didalamnya termasuk PNG dan Papua (barat).
@ omiyan
Interpretasi orang bisa beda-beda sih, tapi dirunut dari sejarahnya saja, Indonesia melakukan upaya invasi militer pada suatu daerah yang bukan wilayahnya, sebelum akhirnya mendudukinya lewat muslihat politik. Menurut mas, apa coba dasarnya bahwa RI berhak melancarkan Operasi Trikora? ๐
Itu juga alasan lain mengapa saya menyebutnya dengan ‘penjajahan’. ๐
@ Rukia
Hohoho…
Pada dasarnya orang Indonesia itu terpecah-pecah kok. Lihat saja pemekaran Provinsi & Kabupaten yang begitu subur, atau Partai Politik yang begitu banyak, yang sebagian besar lahir dari perpecahan.
*dimutilasi*
Masa? Kecuali Papua dan Timtim yang diserbu belakangan, wilayah Indonesia selebihnya kan dipersatukan oleh Belanda, dan itu terjadi diluar kehendak rakyat Indonesia sendiri kan? (yang sebelumnya hidup dalam kerajaan-kerajaan yang terpisah) ๐
Yang jelas mereka hidup lebih berdaulat. Tentu mereka miskin, dari sononya juga sudah miskin dan mereka tau itu, tapi merdeka adalah keputusan mayoritas mereka, dan kita wajib menghargainya.
Seluruh (setidaknya sebagian besar) rakyat Papua menantikan pertanyaan itu melalui referendum, yang tidak pernah dikabulkan oleh pemerintah pusat. Tanya kenapa? ๐
Referendum lho, referendum, secara baik2 dan demokratis, bukan perang. ๐
Pesimis itu wajar, tapi tetap saja kita tidak tahu kebenaran hal itu. Mesin waktu?
Waduh, mensakralkan wilayah negara berdasar pepatah jaman Majapahit? Ini sih, IMO lebih gawat daripada yang saya bicarakan dengan sora.kun diatas.
Saya juga orang Indonesia, dan Indonesia itu bisa sumatra (plus) jawa, bisa indonesia (minus) papua, bisa indonesia sekarang™.. ๐
Sudah dipikirkan, tapi belum sempat ditulis karena beberapa kesibukan. Mo balas komenmu ini aja baru 4 hari kemudian.
Sabar yaa~ ๐
@ carra
๐ ๐
Persipura itu tim elit dan legendaris Liga Indonesia, gak rame kalo gak ikutan. ๐
@ Holy Cross
Abu Kuda Al-Laahhh-caphe-degh-gw
Betul.. betul.. ini menyangkut nasib saya soalnya. (halah)
@ hawe69
Haiyah, kok blogger kurang intelek mbak? Blogger cantik gitu lho!!
@ Snowie
Politik itu memang penuh konspirasi lho. Bergabungnya Papua dengan Indonesia juga penuh konspirasi.
@ Fritzter
1] waktu kita chatting selasa (21/4) malam itu, artikel ini sudah 4 hari terpajang di Politikana, dan saya sedang terpana dengan 70+ komen disitu sambil chatting itu.
2] ada 7 jendela chatting lain yang terbuka waktu kita chatting, karena nge-save chatlognya buru2, Y!M jadi hang & jendela chat denganmu jadi ketutup tanpa di-save. Kamu ada arsipnya?
Waduh, ini sih Red Herring… ๐
Well, selebihnya dari komenmu saya biarkan tak tersentuh saja. Nuansa Nasionalis-Chauvinis-nya terlalu kental.
Cocok tuk menjadi jurubicara pemerintahJangan kuatir, ini sudah konsensus umum. & Kalo berdasarkan pengalaman di Timtim, akan dilakukan dengan terkoordinasi oleh TNI.
Amen to that… ๐
@ ekaria27
Bukannya yang penting ngeblog? ๐
Kalo pribadi sih sama mbak, yang penting di pusat setia sama Pancasila saja.
Ditunggu lho, mbak.. ๐
@ Emina
Sebenarnya cuma mau break tuk makan malam, apa daya habis itu mati lampu, trus esoknya wiken. ๐
Beberapa puluh tahun ke depan pulau jawa dah tenggelam karena keberatan penduduk! ๐
@ Ando-kun
Sebenarnya itu usul yang brilian. IMO Ibukota Indonesia memang sudah saatnya dipindahkan ke tempat lain yang lebih tenang, bebas macet, polusi dan banjir, juga jauh dari jangkauan mahasiswa demonstran. Seperti di AS, pusat pemerintahan (Washington DC) memang sebaiknya tidak dicampur dengan pusat bisnis (NY) dan pusat hiburan (LA). Juga supaya RI tidak lagi “terlalu Jawa”. Tapi pindahnya jangan ke Papua, terlalu di pinggir, sebaiknya ke Sulawesi atau NTB yang di tengah-tengah saja, lebih adil. ๐
Pace, itu sudah… ๐
Jujur kalau saya ditanya, saya lebih suka Papua tidak merdeka. Saya sendiri tidak tahu apa alasannya, tetapi yang saya takutkan adalah timbulnya chaos ketika itu terjadi, sama seperti Timor Timur pisah dari NKRI.
Saya setuju kalau merdeka bukanlah jawaban terbaik bagi segala persoalan di Papua. AFAIK, keterikatan orang Papua dengan sukunya sendiri bisa menjadi bumerang. Kalau saya lihat bagaimana pembentukan kabupaten baru yang lebih berorientasi suku daripada yang lain. Nah, kalau merdeka, problemnya bukan lagi Papua-Non Papua tetapi Suku A-Suku B, dst. Sementara di Papua sendiri ada ratusan suku.
Otsus itu sebenarnya solusi yang bagus, tapi pelaksanaannya di lapangan, seperti kata Fritzter, itu lebih menguntungkan elit-elit Papua Asli yang bertahta di birokrasi. Masyarakat Papua ? Tidak kena imbasnya.
Ntar dilanjutin lagi….
kalo ada dobel pos, entah kenapa, rasanya kok lebih enak kalo mbaca langsung di blog pribadi penulisnya ya? ๐
kok panjang (komen2nya ya?). iya bener kalo papua merdeka, nanti persipura nggak ada lagi di liga indonesia ๐
-salam kenal
@ goldfriend
Nah, datang juga ini dewablog di Papua! ๐
Yaa, intinya dari semua wacana ini buat saya adalah:
1] saya sebenarnya kurang suka Papua Merdeka, tapi
2] saya juga kurang suka cara RI (& masyarakatnya) memandang dan mengurusi Papua selama ini; meskipun begitu
3] saya juga sebal dengan cara elit Papua mengurusi tanah & masyarakatnya sendiri. ๐
Provinsi Papua Barat Daya? ๐ BtW, bagaimana kabar sengketa Kabupaten Maybrat itu bang?
Ditunggu ๐
@ joesatch yang legendaris
Mungkin karena kerasa lebih personal ya? ๐
@ yang punya masluqman.com
Karena ini topik serius. Lha maumu gimana? ๐
Salam kenal juga.
Syallom…
Teman … masalah kemerdekaan menjadi hak segala bangsa, semua sangat menginginkan hal tersebut karna itu merupakan Hak mereka… tapi yang jadi masalah Apakah mereka harus menggunakan berbagai cara untuk mencapai tujuannya!! kami tra bilang kalo “pembatasan dan menahan diri” adalah kuncinya, namun kawan2 kam tra sadar kalo kita yang dipapua matanya selalu ditutupi oleh Kesadaran sebagai Manusia yang punya akal, dan martabat!!! kam selau bahagia dengan hedonisme dan fantasisme. hingga kesadaran akan membangun tanah yang kam anggap “DIBERKATI” berubah menjadi “DIKUTUK”, kam sadar ka tidak , kalo stiap hari minggu, yang pergi ke gereja cuma orang tua…. TRUS ANAK2 dan PEMUDA dong kemana??? bikin PERJAMUAN SENDIRI??? “SADAR SUDAH!!”
@ pmkuncen
Hai, syaloom. Gak nyangka PMK Uncen bisa sampai sini. Makasih dah bergabung. ๐
Begitulah faktanya. Bagaimana ee..? ๐
as5alamualaikum wr.wb……
salam sejatrah buat kita semua…………..
saya sebagai anak papua, sebenarnya tdk mengiginkan kemerdekaan itu
tapi di lain sisi saya jga merasa bahwa ke adilan yg di berikan pemerintah buat kami rakyat papua tdaklah adil
contohnya aja masih banyak masyarakat kita yg jau tertinggal di bandingkan masyarakat di lain yg ada di indonesia
rakyat papua sebenarnya boleh menetukan kemerdekaanya sendiri, tapi bukan dgn cara itu……….
bagaimana kita mau merdeka kalo bnyak anak2 muda papua yg masih mengkonsumsi MIRAS…… yg amat di sayangkan bahwa hal itu udh menjadi budaya di kalangan masyarakat papua……….
marilah kita sadar dengan memperbaiki dari diri kita sendiri Insya Allah……..
semogah Allah SWT merahmati tanah yg kita cintai ini TANAH PAPUA……amien ya robbal alamin………..
wasalam…..
@ septiandi suwae
Shalom aleichem…
Memang, selama puluhan tahun pemerintah Orde Baru hanya fokus pada mengeruk kekayaan alam dan memindahkan transmigrasi di Papua saja, tapi jangan dilupakan bahwa, masyarakat Papua memang sudah sejak dulu (bahkan sebelum penjajah masuk Indonesia) tertinggal dibanding daerah lain. Dengan, program pembangunan segila apapun juga, tetap butuh waktu tuk mengejarnya. ๐
& saya tidak bisa berkomentar banyak soal miras, itu menabur garam di laut, tapi mungkin bisa ada “sedikit” kemajuan kalo saja Pemda tiap Kabupaten/Kotamadya mau melarang penjualan miras, dan bukan dengan mudahnya memberikan ijin usaha jual miras seperti sekarang. ๐
Lho… kok bagian saya ada yang disensor, atau kelewat?
ups, salah tempat, mohon dihapus saja ๐
Aduh.. setelah fastreading seluruh komen, akhirnya saya cuma bisa komen:
Dukung penciptaan sebanyak mungkin kepompong yang menggerahkan ๐ Biar pada melek dan mikir.
Dukung penulisan tentang freeport oleh orang orang berani mati diatas. Kalo perlu tulis yang vulgar di baypress ๐
@ Guh
Masbro bakal lebih mumet lagi kalo baca komen-komen di post aslinya.
BTW saya masih blum sempat2 juga nulis tentang Freeport.. ๐
saya orang jawa malah seneng kalo jawa jadi negara sendiri jadi nggak usah ngikut indonesia negara republik of java wah keren kan. mending aja merdeka sendiri sendiri lah ,buat apa luas wilayah kalo terus rakyat nya mlarat.lihat lah jepang ,korea ,brunai,singapura,taiwan ,dan banyak lagi
untuk rakyat papua salam dari masbejo ,jangan putus asa tuk berjuang menuntut kemerdekaan,dari tangan penjajahan ,pemerintah ripublik indonesia.itu adalah hakmu sebagai manusia,tuk mendapatkan ,kemerdekaan,asal satu jangan,membantai masyarakat suku lain yang tinggal ,di wilayahmu,mereka sebenarnya juga terjajah,sepertimu,dari sebuah kekuasaan pemerintahan,yang korop,dan tidak adil,dan bagi kamu ,suku suku pendatang,dari jawa,bugis,menado,sunda ambon,bali,tionghua,dan semua,yang ada di tanah papua,ingatlah di mana, bumikamu injak disitu langit,haruskamu junjung.bersatulah bersama2 berjuang tuk kemerdekaan ,republik of west papua.
bersama nkri sampai kiamat pun kamu takkan pernah makmur percayalah ,kamu samadengan, mengayakan pemegang kekuasaandan keluarganya saja.mending babat negara baru lah,enak.
Masalah papua tu sebenarnya harus di tuntaskan dengan KEMERDEKAN alias pisah dari Indonesia waktu sya di sana bendera merah putih sj di sobek dan ada yg di buang di parit,mengapa? kl sy pelajari bahwa,,,papua merdeka tidak akan sma dgn Timor leste papua itu kaya tu masalah pengaturan sj…masalah indonesia seharusnya menyadari hal ini jauh hari sebelumnya tapi seolah di lupakan sampai orang papua berteriak merdeka jd bigun,kirim militer yg banyak untuk bantai orang papaua sdh melangar UUD sendir,kenapa waktu confrontasi sama malsdia masala perbatasan itu tidak kirim prajurit indonesia untuk sekalian perang takut ya?sm malasia nt OPM tentaranya seperti anjing gila lantaran orang papua tidak punya senjata…JADI ujung2 nya MERDEKA kita punya pohon sagu ada ko? sekarang padi bisa ditanam di merauke,petatas,
berikan kemerdekan kepada kami.
mkn:papua dan Indoneia bisa menjadi ke 2 negara yg mempunya hubungan kerjasama yg baik suatu ketika.
masalah kemerdekaan Papua sudah menjiwai wong2 sono, udah menjd darah daging pada generasi2Nya.Biarin aja lepas dr NKRI, biar Indo menjadi NRI (Neg.Rep.Is)
MERDEKA !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!
hudup di hati ku !!!!!!
bagai air kehudipan dalam nadi ku !!!!!!!!
papua ku !!!!!!
wets Papua Freedom !!!!!!!
hidup Papua
oksigen yang ku hirub dari tanah paradise….
memberi kehidupan buat ku sejak ku kecil …..
tanah surga memberi ku kehidupan
untuk ku…
i love Papua !!!!!
menurut aku lepaskan lah papua krn belanda hanya berikan papua
ke ndonesia dala jangka 5 tahun aja ko kasian ya klu sampai papua merdek mau kemena orang indonesia ya jawa aja 0rang tidur di bawa kolong jembatan
papua tanah ku tercinta,nI aku mau blng ya kenapa indonesia brat lepas papua karena 1.papua adalah dapur negara NRKI 2.Penghasilan papua dengan trliun untuk kasi,makan orang indonesi
papua ingin merdeka krn orang papUA punya hasil dng triliun tapi tdak perna NKRI BANAGU ORANG PAPUA JIKA ORANG PAPUA DI BANGUN SAMA DNGN YANG LAIN PASTI TDK ADA ORANG PAPUA YANG BRTERIA MERDEKA TAPI AKU MAU BILANG INDONESIA KM UDA TERLAMBAT KRN SEKARANG DETIK-DETIK KM ANGKAT KAKI DARI TANAH KU WAHAI SUDARA KU
pengetyahuann saudara haris tentang akar permasalahan tuntutan papua merdeka masi sebatas kulit. saudara harus Tahu bahwa Papua mau minta merdeka bukan alasan kesejahteraan, bukan juga otsus gagal atau sukses sekalipun, bahkan dikasi dana 1 m perbulan untuk perorang juga tidak akan meroba apapun tentang keinginan merdeka. papua mau merdeka karena papua sudah perna berdaulat, dan hanya di aknesasi oleh Indonesia. Tuntutan papua merdeka sama dengan harga diri orang Papua, jd selama orang papua masi hidup maka selama itupulah terikaan merdeka akan di dengungkan. harga papua tidak sama dengan harga sepiring nasi, harga kesejahteraan tetapi harga papua adalah vuman satu yaitu : Merdeka…!~
Sebenarnya kita ini bersaudara hanya kita tidak sadar kalau amerika yang selama ini menginjak-harkat dan martabat Indonesia, silakan kunjungi : http://www.facebook.com/groups/131349627050516/ atau http://www.facebook.com/groups/535972686443854/