When the Heracles falls down
3 September 1964; C-130B AURI registrasi T-1307, kode produksi c/n 3599, dari skadron 31. Pesawat dipiloti Letkol Djalaludin Tantu dan mengangkut satgas PGT pimpinan Kolonel S. Sukani dalam salah satu misi Operasi Dwikora. Hercules jatuh di Selat Malaka karena terbang terlalu rendah, diperkirakan karena dikejar pesawat tempur Javelin AU Inggris. Korban sedikitnya 47 orang. Ini adalah kecelakaan Hercules pertama diluar AB-AS.
16 September 1965; C-130B AURI registrasi T-1306, kode produksi c/n 3598, dari skadron 31. Pesawat ini dipiloti oleh Mayor Soehardjo dan Kapten Erwin Santoso. Lagi-lagi terjadi dalam Operasi Dwikora, Hercules jatuh di Landasan Long Bawang, Kalimantan Timur, karena salah tembak oleh pasukan Kostrad. Ada rumor mengatakan penembakan ini disengaja karena Panglima Kostrad (Soeharto) bertentangan sikap soal konfrontasi Malaysia dengan Panglima AU (Oemar Dhani) yang saat itu memimpin (Pangkolaga) Operasi Dwikora.
21 November 1985; C-130H-MP (versi patroli maritim) TNI AU registrasi AI-1322 (kemudian menjadi A-1322), kode produksi c/n 4898. Pesawat menabrak Gunung Sibayak, Sumatra Utara dalam rute penerbangan Medan-Padang. 10 awak pesawat gugur.
5 Oktober 1991; C-130H-30 TNI AU registrasi A-1324, kode produksi c/n 4927. Pilot pesawat adalah Mayor Syamsul Aminullah, didampingi Kopilot Kapten Bambang Soegeng. Pesawat menabrak gedung BLK di Condet tak lama setelah lepas landas dari Lanud Halim Perdanakusumah karena mengalami kerusakan pada dua mesin pada sayap kiri. 135 orang gugur dalam peristiwa ini, terdiri dari 2 warga sipil, 11 awak pesawat dan 119 prajurit Paskhas (empat peleton) dari Skadron 461 dan 462 yang bermarkas di Margahayu, Bandung. Para prajurit ini baru saja bertugas melaksanakan kolone senapan pada HUT ABRI ke 46. Ini adalah kecelakaan Hercules dengan jumlah korban terbesar, dan seluruh jenazah prajurit dimakamkan masal dalam satu liang 25 x 25 meter.
20 Desember 2001; L-100-30 (versi sipil dari C-130H-30) TNI-AU, registrasi A-1329, kode produksi c/n 4824. Pesawat ini aslinya milik Mitsui Corp. yang disewakan ke maskapai penerbangan Pertamina, Pelita Air Service dengan registrasi sipil PK-PLU. Sempat berpindah tangan ke beberapa pihak yang menyewanya, Hercules ini akhirnya dibeli TNI-AU pada Februari 1997. Hercules mengalami kecelakaan saat mendarat di Bandara Malikussaleh, Lhokseumawe, Aceh karena mengalami overshoot (bablas) sehingga menabrak pagar bandara dan jatuh ke jurang sedalam 15 meter persis diluar pagar. Hercules lalu meledak dan terbakar 15 menit kemudian. Saat itu pesawat dipiloti Kapt. (Pnb) Rida Hermawan dengan 90 orang penumpang, termasuk 12 awak. Tidak ada korban jiwa dalam peristiwa ini.
20 Mei 2009, beberapa hari lalu; L-100-30(P) (versi penumpang dari L-100-30) TNI-AU, registrasi A-1325, kode produksi c/n 4917, dari skadron 31. Pesawat yang dipiloti Mayor (Pnb) Danu Setiawan ini jatuh di Desa Geplak Magetan, Jatim dalam perjalanan dari Lanud Halim Perdanakusumah, Jakarta ke Lanud Iswahyudi, Madiun. 101 orang penumpang & penduduk desa dinyatakan tewas dalam peristiwa tersebut. Penyebab kecelakaan belum diketahui secara pasti.
Ah ya, daftar yang menyedihkan, dan bisa saja bertambah lagi apabila anggaran pertahanan TNI masih tetap sesedikit sekarang. Dengan jumlah pesawat yang terus berkurang, -karena jatuh dan ketidaklaikan terbang- sementara pembelian baru hanyalah mimpi, tidaklah heran jika saya pernah mengatakan bahwa pesawat yang jatuh lebih berharga daripada korban yang ditimbulkannya. π
(sumber: 1, 2, 3, 4, 5, 6, etc)
The longest-serving arsenal
C-130 Hercules adalah pesawat dengan sejarah yang sangat panjang di dunia, termasuk di Indonesia. Indonesia sendiri mulai menggunakan pesawat Hercules pada tahun 1960. Saat itu Hercules berhasil didatangkan dari AS, menyusul lawatan Bung Karno kepada Presiden JFK yang menawarkan ‘imbal jasa’ atas pembebasan Pilot AS, Allan Lawrence Pope yang ditawan Indonesia karena terlibat pemberontakan Permesta tahun 1958. Karena itu Indonesia menjadi pengguna pertama C-130B diluar AS pada 1960. Delapan C-130B dan dua KC-130B ini menjadi awal lahirnya Skadron Angkut Berat Jarak Jauh TNI AU. September 1980, TNI-AU ketambahan lagi sekitar lusinan Hercules dari tipe C-130H, dan kemudian tahun 1997 ditambah dangan beberapa Hercules sipil bekas Pelita Air & Merpati Nusantara.
Dalam registrasinya, TNI menggunakan kode yang terdiri dari jenis pesawat, dua angka dari nama pesawat, dan dua angka dari nomor urut pesawat. Sehingga registrasi Hercules A-1325, artinya dari jenis “Angkut”, nama “C-130” dan pesawat Hercules ke 25. (pada contoh lain diatas; “T” artinya “Transpor” -registrasi AU yang lama- & “AI” artinya ‘Angkut Intai’)
Pada pengoperasiannya, TNI-AU membagi arsenal Hercules di dua pangkalan. C-130B, C-130H dan tanker KC-130B, dipangkalkan di Lanud Abdulrahman Saleh, Malang, dibawah Skadron Angkut 32.
Sementara C-130H-30, L-100-30 (versi sipil -minus perlengkapan militer-) dan L-100-30(P) (versi penumpang), dipangkalkan di Lanud Halim Perdanakusumah, Jakarta, dibawah Skadron Angkut 31. Ada pula yang bernaung dibawah Skadron VIP/VVIP 17 bersama beberapa jenis pesawat lain di pangkalan yang sama.
Sesuai doktrin kemampuan operasi TNI yaitu mampu mengatasi dua trouble spot di seluruh wilayah Indonesia sekaligus pada saat yang sama, penggelaran Hercules di kedua pangkalan tersebut ditujukan untuk menyokong mobilisasi dua satuan pemukul lintas udara TNI di dekat situ. Jadi Skadron 31 mendukung Brigif Linud 17/Kujang I, Divisi I Kostrad di Cilodong, Bogor dan Skadron 32 mendukung Brigif Linud 18/Trisula, Divisi II Kostrad di Singosari, Malang.
Nah, sehubungan dengan kecelakaan kemarin, saya sempat mendengar pidato Presiden SBY di teve tentang pengetatan anggaran pertahanan TNI selama ini. Beliau berkata:
βSoal anggaran pertahanan terkait dengan efisiensi dan optimalisasi itu yang dipangkas. Bukan biaya operasional ataupun pemeliharaan pesawat. Tapi yang dipangkas adalah pembelian alutsista. Sedangkan untuk biaya rutin seperti pemeliharaan dan sebagainya itu tidak dikurangi.β
Saya hanya mendengarnya dengan lesu, karena walaupun tidak dikurangi, anggaran pemeliharaan yang tersedia selama ini jumlahnya sudah sangat kurang.
Dari markasnya di Bandung, Komandan Komando Pemeliharaan Material AU (Koharmatau), Marsda Sumaryo HW menyatakan menyatakan sedikitnya dibutuhkan Rp 1,6 triliun untuk perbaikan seluruh pesawat Hercules yang dimiliki TNI, atau setidaknya Rp 80 miliar untuk tiap pesawat. Tetapi dana pemeliharaan yang tersedia untuk seluruh Hercules hanyalah Rp 100 miliar/tahun. Akibatnya, dari sebanyak 23 Hercules TNI saat ini hanya 10 pesawat yang siap terbang. Dari 10 pesawat itupun kondisinya tidak 100%, rata-rata hanya 75% saja. Well, flying coffin..? π
Sumber yang sama menyatakan kalau 13 pesawat yang tersisa sedang menunggu pengadaan suku cadang dari mabes TNI-AU yang ntah kapan, tapi ada sumber lain menyatakan TNI AU juga telah mengupayakan peremajaan Hercules, dimana Singapore Technology Engineering melalui anak perusahaannya, ST Aerospace, telah dipercaya untuk memudakan empat Hercules C-130B TNI AU menjadi tipe H dengan kontrak senilai 51 juta dollar AS.
Saya ingat hampir setahun yang lalu Nenda Fadhilah pernah menulis tentang hal-hal yang diharapkan dari capres baru Indonesia, dan saya dengan pasti mengharapkan adanya kenaikan signifikan anggaran pertahanan. Event yang kami bicarakan sekarang ada di depan mata, akankah harapan-harapan kami di postingan itu bakal terwujud? π
(sumber: 1, 2, 3, 4, 5, 6, etc)
Hercules, Papua, and myself
Hal terakhir soal Hercules ini, waktu masih ngetik-ngetik saya blogwalking dan menemukan beberapa pertanyaan dari blog nusantaranews:
mengapa dalam kecelekaan ini pesawat Hercules TNI membawa penumpang anak-anak dan warga sipil. Hercules C-130 TNI AU bukanlah pesawat penumpang. apakah boleh fasiliter militer negara digunakan oleh anggota keluarga seorang militer dan non anggota keluarga militer?
Saya kaget sesaat, dan sedetik kemudian tersenyum kecil. Sesungguhnya ini pertanyaan yang bagus, tetapi juga IMO lucu (mungkin) karena ketidaktahuan. Saudara-saudara sekalian, sesungguhnya selama ini Hercules-Hercules TNI itu dipakai juga buat ngojek ngobyek!
Saya besar di lingkungan penerbangan, dan sekarangpun masih menjadi kuli kargo di bandara Sentani Jayapura. Bukan hal yang aneh untuk mendengar para agen kargo saling bertanya satu sama lain, “hari ini ada Hercules?”
Ya, selama puluhan tahun Hercules TNI telah membantu pembangunan di Papua, dimana daerah-daerah pedalaman hanya bisa dijangkau lewat jembatan udara (terutama lewat Wamena) karena tiada akses darat dari pantai. Apalagi dulu, Hercules TNI adalah satu-satunya pesawat angkut berat yang ada. (sekarang ada pesawat angkut berat sipil)
Sekarang ini, siapapun yang pernah melewati terminal TNI-AU di bandara Sentani, Jayapura, akan melihat bahwa pangkalan tersebut tak berbeda dengan pasar, penuh dengan masyarakat pedalaman dan agen-agen kargo yang menanti datangnya Hercules untuk terbang Jayapura-Wamena. Tentu saja tersedia penerbangan komersil ke Wamena, tetapi biaya terbang pakai Hercules jauh lebih murah; tanpa tiket, tanpa asuransi, dan tanpa pajak. Bukan hal yang baru juga apabila ada saat-saat transportasi barang dari Jakarta ke Jayapura macet (karena kelebihan penumpang, misalnya) dan barang menumpuk di gudang Cengkareng, maka para agen kargo di Jakarta akan kasak-kusuk mencari Hercules yang akan terbang ke Jayapura dengan “sedikit” ruang kosong, lalu esoknya kami sudah sibuk memunguti kargo masing-masing yang dilempar begitu saja oleh para awak darat TNI-AU dari pesawat ke garasi terbuka di tepi pangkalan, tanpa Surat Muatan Udara tentu saja. Bersyukur sekali kalau semua utuh.
Apakah hal-hal ini tidak sah? Mungkin, tapi negara tidak sedang perang, dan tidak selalu Hercules terbang dengan muatan militer penuh, tentu saja tersedia banyak ruang kosong yang tidak ada salahnya “diefisiensikan”. Terlebih karena Hercules itu “plat merah”, maka TNI-AU bisa mematok harga yang lebih murah, baik untuk penumpang dan barang. Yah, saya juga tidak tau uangnya dikemanakan, selain dibayarkan ke komandan pangkalan tempat Hercules lepas landas, yang konon nantinya menyetorkannya ke Panglima Operasional (Pangkoopsau I dan II) dan mungkin juga ke mabes AU, karena secara hitungan komersil rasanya pemasukannya gak cukup buat operasional. (kecuali kalau carter) Jadi yaa.. saya melihatnya sebagai upaya membantu masyarakat & pembangunan sajalah, toh belum pernah terjadi kecelakaan Hercules disebabkan oleh penumpang atau kargo komersil. π
Pertamax!
wah lengkap nih bro infonya, sip2.
Memprihatinkan memang anggaran pertahanan kita, duit negara malah dihabiskan untuk pemilu. Padahal pertahanan negara itu sangat penting untuk menjaga kedaulatan negara kita. Miris rasanya saat kedaulatan dan batas wilayah negara kita diinjak-injak, bahkan oleh tetangga kita
MalingsiaMalaysia.Wah saya juga baru tahu kalau Hercules suka buat ngojek π
SAMA DONGGGGG !!!
tapi gw nguli di Soekarno-Hatta π
Hercules is falling down
Falling down, falling down
Hercules is falling down
My fair bussines…….
(taken from London Bridge is Falling down rhyme)
@ Ando-kun :
π―
that should be like this :
note that Stamford Bridge could be substituted with Emirates or Old Trafford, while Chelsea with.. you know the rest π
π
*disambit tuan rumah* π
[/OT]
*komen bener*
kata temen saya dulu, yg memegang kendali wilayah udara di Asia Tenggara itu Singapura, betulkah? π
Semua itu akibat anggaran pertahanan yang minim dan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang rendah
Hmmm….. kalau anggaran untuk pembelian suku cadang termasuk dalam anggaran pemeliharaan pesawat atau JANGAN-JANGAN malah tidak termasuk sama sekali dan lupa dimasukkan??? Wah… kalau belum termasuk ya gawat banget dong…..
Tetapi untuk suku cadang yang agak ringan, apa kita tidak bisa kreatif ya?? Seperti China yang selalu berusaha untuk membuat ‘palsuan’ suku cadang. Kan lumayan tuh untuk menghemat anggaran…..
Kalau sudah jatuh baru ketahuan boroknya..
Beberapa tetangga dan saudara di Malang memang sering kok pergi ke Jakarta menggunakan Hercules. Jauh lebih murah, katanya. Hanya seharga tiket kereta api, tapi lebih cepat sampai.
Izin bookmark, masbro π
*komen duluan, baca nanti*
*kabuur*
Ulasan lengkap akan data herkules dan opini terakhir sangat menarik sekali
@ Generasi Patah Hati
AFAIK selama puluhan tahun lamanya ada kebijakan yang salah soal strategi pertahanan RI, dimana visinya adalah meminimalisir ancaman kedaulatan dengan cara menjaga hubungan sebaik-baiknya dengan negara tetangga saja. Akibatnya pembangunan angkatan bersenjata yang “disegani tetangga” (terutama AL dan AU yang bergantung pada alutsista) jadi agak diremehkan. π
@ hawe69
Bener mbak??
Nguli=ngangkat2 barang? π―
@ Ando-kun
Bagaimana kalau TNI-AU saham mayoritasnya kita tawarkan ke Sheikh Mansour bin Zayed Al Nahyan atau Roman Abramovich saja? π
@ Arm
Waktu Adam Air hilang di perairan Majene 2007 silam, bukankah pihak Singapura paling pertama yang memastikannya? π
@ ady saputra
Kualitas SDM kan bergantung dana juga bro! π
@ Yari NK
Perawatan pesawat itu kan terbagi atas perawatan ringan, sedang dan berat. Nah, Hercules2 TNI-AU ini rata2 sudah mesti menjalani perawatan berat, misalnya ganti mesin atau sistem elektronik. Ini yang mahal sekali sehingga selalu ditunda2, dan mungkin kita juga belum mampu melakukannya sendiri (makanya mengontrak pihak Singapura).
Kalau bukan tidak mampu, mungkin terhalang lisensi bang. π
IMO sih, dengan level Indonesia yang mampu membuat (purwarupa) pesawat full computerized N-250, mengkopi mentah-mentah pesawat Hercules yang (versi paling awalnya) berteknologi 1960-an mestinya bukan hal mustahil… π
@ Nazieb
Nah, sekarang ada kesaksian blogger yang menguatkan pengalaman saya diatas. Begitulah keadaannya. Seharga tiket KA… π
@ Betang
Sesukamulah, gun.. π
@ Artha
Hoo, makasih… π
Om saya dulu AU sempat tugas di Papua dan menurut ceritanya Hercules juga mengangkut semen dan kadang bahkan kayu
Ndak tahu bener ngak itu …
nice info, gan!
itu baru angkatan udara yah bro…bagaimana dengan yang lain Angkatan Laut misalnya….di ambalat, kapal-kapal malaysia wara-wiri seolah “ngenye”…. *hmh…*
ya semoga dengan aya yang sudah terjadi bisa membuat nanti di masa depan akan lebih baik! dan bisa menghindari itu semua!
Hanya di Indonesia
π
btw smoga, para korban di terima disisinya yah,aminn…
@ sigid
Bener kok. Bukan cuma semen dan kayu, tapi juga baja buat jembatan atau menara, kendaraan, alat berat, sembako, dan apapun yang muat didalam Hercules. Namanya saja jembatan udara!
@ DETEKSI
ThankU Yon!
@ frozzy
Sama saja seperti AU, AL adalah cabang ketentaraan yang bergantung pada persenjataan mahal (kapal perang). Dana yang minim akan menghasilkan AL yang lemah juga. π
@ iklan baris gratis
Semoga anggaran pertahanan naik, setidaknya dua kali lipat. π
@ Sukma
Dengan populasinya yang besar, kecelakaan Herky terjadi dimana-mana diseluruh dunia sih, yang di Magetan itu adalah yang ketiga tahun 2009 (dua lagi milik AU Aljazair dan AU Mesir). Tapi yang memprihatinkan adalah kalau sampai itu terjadi karena kekurangan dana perawatan, mengingat beberapa waktu sebelumnya sebuah Fokker F-27 juga jatuh di Bandung.
@ polar
Semoga TNI-AU mampu membeli Hercules baru, setidaknya tuk mengganti yang jatuh. π
http://www.straitstimes.com/Breaking%2BNews/SE%2BAsia/Story/STIStory_383662.html
Bergembiralah! π
Pantes kamu ngerti banget tentang Hercules. Ternyata besar di kandang pesawat tho …
Jadi inget kamu menyampah berdiskusi tentang Hercules.
Aku tetap bakal bilang, Hercules itu kan anak Zeus, kok bisa jatuh.
Hehee π
Ulasan yang sangat menarik. Memang tidak bisa dipungkiri Anggaran sangat mempengaruhi keselamatan penerbangan. Menyiapkan penerbang/crew yang cukup latihan adalah sama penting nya dengan menyiapkan kesiapan terbang pesawat. Nah kalau dua-dua nya berkurang anggaran nya, tidak tahu apa yang akan terjadi. Bila Pemerintah ingin konsisten ingin mem ‘barak’ kan TNI, sebaiknya segala kebutuhan TNI di barak harus dipenuhi, yaitu anggaran latihan dan kesejahteraan. Jangan biarin anggota TNI nganggur tidak latihan di Barak, bisa gemuk-gemuk anggota TNI kita alias lambat bergerak.
@ lambrtz
Waduh, masih prematur banget tuk gembira tuh. Itu kan belum melewati panitia anggaran di DPR. π
Tapi kita optimis sajalah! π
@ Muzda
Ahaha… ya, memang kecintaan saya pada dunia aviasi dan militer ada hubungannya dengan melihat pesawat setiap hari sejak kecil.
Karena Hercules yang anak Zeus justru malah gak bisa terbang. π
@ Pusdalops
Wah, saya tersanjung sekali dikunjungi pakarnya Herky… π³
Ya, saya sepakat dengan ini. Pesawat perlu perawatan maksimal, dan pilot butuh jam terbang. Tentu saja semua itu perlu dana cukup. Kita harap saja bahwa bahwa pengambil keputusan di pusat sana bisa semakin menyadari bahwa tentara kita berani mati untuk gugur di medan laga, dan bukan pada kecelakaan dengan pesawat yang kekurangan dana. π