Operation Reckless

Teluk Hamadi ini dulu merupakan daerah awalnya para tentara sekutu mendarat, yang kemudian berjalan dan membuat barak pertahanan di bukit Mac Arthur (orang Papua biasa menamakan bukit Makatur), yang terletak di atas perbukitan Sentani. Jika perjalanan ke sana saat ini dengan kendaraan memakan waktu antara 45-60 menit dari Jayapura, saya tak terbayangkan berapa lama tentara Sekutu dulu mencapai atas bukit tsb.
~Bu Enny

Jawabannya adalah: seminggu! :mrgreen:

macarthur

Jend. D. MacArthur dan Mayjen H.H Fuller; panglima Div #41, sesaat sesudah mendarat di pantai Hamadi

Ya, bukit Ifar Gunung, tempat markas Komando Mandala Pasifik BaratDaya yang dipimpin Jenderal MacArthur terletak, dikuasai sekitar 2-3 hari sesudah pasukan AS menyelesaikan 4 hari operasi militer untuk menguasai 3 pangkalan udara Jepang di daerah Sentani.
Operasi militer Sekutu untuk merebut Jayapura (saat itu bernama Hollandia) dan Sentani dari pihak Jepang ini berlangsung tanggal 22-26 April 1944 dan dikenal dengan nama Operation Reckless, dan biasanya disebut secara simultan dengan Operation Persecution yang dijalankan secara bersamaan dengan target Aitape, 200km di sebelah timur Jayapura, di wilayah Papua New Guinea sekarang.
Saya melihat pernah ada usaha Bu Enny untuk mempelajari peristiwa ini, sayangnya, informasi yang didapat Bu Enny IMO agak kabur dan kurang spesifik tentang Battle of Hollandia itu sendiri. Jadi, ini versi singkat dari saya.
*sok tahu mode: ON*


Serangan balik Sekutu:
Pertengahan 1943, perang Pasifik telah melewati titik baliknya dimana Jepang yang semula di pihak ofensif telah berganti menjadi pihak defensif.

peta #1

Panah ungu: serbuan pasukan sekutu hingga Februari 44, menguasai ujung timur Nieuw Guinea, dan akan melompati Madang hingga Wewak langsung ke Hollandia

Ketiadaan orientasi dalam suatu perang jangka panjang, dan bocornya sandi rahasia militer Jepang, turut berperan dalam rangkaian kekalahan Jepang di garis terluar perimeter pertahanan Jepang di Kepulauan Bismarck, Solomons dan Semenanjung Huon di ujung timur Nieuw Guinea, sementara Rabaul, benteng terdepan Jepang di Pasifik praktis sudah terisolasi. Karena itu Jepang mulai memundurkan perimeter pertahanannya di pantai utara Nieuw Guinea dengan garis depan di sekitar Wewak-Madang, dimana Hollandia dibangun menjadi pangkalan militer utama untuk transit pasukan dan kargo dari laut, juga pusat kekuatan udara yang baru (pindah dari Rabaul).

Menuju Hollandia:
Sementara itu, pihak Sekutu (dalam hal ini Jenderal MacArthur dan Komando Mandala Pasifik Barat Daya yang dipimpinnya) memandang Hollandia sebagai batu loncatan strategis yang akan mendekatkan beliau dan tentaranya 800km ke sasaran utama di Filipina. Strategi lompat katak untuk merebut Hollandia juga berarti berperang di tempat yang dipilih AS, karena Jepang mengharapkan Sekutu mendarat diantara Madang dan Wewak, dimana Jepang menggelar tiga divisi infanteri dari AD #18 -yang otomatis terisolasi dengan pendaratan Hollandia-.
Kegagalan pihak Jepang tuk memprediksi serangan Sekutu ke Hollandia disebabkan perhitungan mereka bahwa Hollandia berada diluar jangkauan pesawat-pesawat tempur sekutu dari pengkalan terdepan mereka di Nieuw Guinea (Nadzab). Hal ini tentunya mudah diatasi Sekutu dengan memanfaatkan dukungan kapal-kapal induk dan pesawat-pesawat terbaru yang berjarak tempuh jauh. Namun demikian, perencana operasi memutuskan untuk menduduki juga Aitape karena disana terdapat lanud Tadji yang dapat digunakan sekutu, dengan mempertimbangkan Hollandia bakal dipertahankan mati-matian. Apalagi karena Jepang juga membangun 2 lanud di Wakde dan Sarmi, 200km lebih baratdaya Hollandia.

Target operasi:
Dalam serangan ke Hollandia, selain kota dan pelabuhan lautnya , yang menjadi sasaran utama Sekutu adalah tiga pangkalan udara di daerah Sentani, 40km di barat kota Hollandia, yang masing-masing disebut lanud Sentani, lanud Cyclops dan lanud Hollandia (lanud Tami, yang keempat, ada di dekat perbatasan RI-PNG sekarang). Sasaran-sasaran di Sentani ini direncanakan dijepit dengan penyerangan simultan melalui pendaratan amfibi dari dua arah, yaitu dari arah Teluk Humboldt (Teluk Yos Sudarso sekarang) dan Teluk Tanahmerah. Operasi militer dijadwalkan berlangsung pada 22 April 1944.

Kekuatan Sekutu.
Kekuatan udara dalam penyerangan ini adalah AU #5 AS, Gugus Tugas 73 (pesawat AL yang berpangkalan darat), komponen AU Australia, Gugus Tugas 78 (kapal-kapal induk pengawal dari Armada #7) dan Gugus Tugas 58 (kapal-kapal induk utama dari Armada #5, dipinjamkan oleh Laksamana Chester W. Nimitz, panglima Komando Mandala Samudra Pasifik ke MacArthur tuk serangan ini).
Armada laut sekutu dibagi dalam Gugus Tugas 77.1 (grup serbu tengah. Sasaran: Teluk Tanahmerah); Gugus Tugas 77.2 (grup serbu barat. Sasaran: Teluk Humboldt); Gugus Tugas 77.3 (grup serbu timur; Sasaran: Aitape); Gugus Tugas 74 (satuan pengawal A); Gugus Tugas 75 (satuan pengawal B) dan beberapa Gugus Tugas lain (77.4-7) yang berfungsi sebagai pasukan cadangan dan pengendali pendaratan. Bersama kapal-kapal induk, total Sekutu mengerahkan 217 kapal dalam misi ini.
Sebagai ujung tombak serangan ke Hollandia adalah Gugus Tugas Reckless: dua divisi infanteri dari Korps #1, AD #6 AS; Divisi Infantri #24 (sasaran Teluk Tanahmerah) dan Divisi Infanteri #41 (sasaran Teluk Humboldt); sementara Aitape akan diduduki oleh Gugus Tugas Persecution, yaitu Resimen Infanteri #163 dari Divif #41. Total semua pasukan darat berjumlah hampir 50.000 prajurit.

Dari H minus ke H plus.
Mulai akhir Maret, kekuatan udara Sekutu mengadakan pemboman berulang-ulang terhadap semua pangkalan udara dan laut Jepang di sepanjang pantai utara Papua, hingga laut Arafura, juga sampai ke Kep. Caroline dan Palau. Di Hollandia saja, serangan pendahuluan ini menghancurkan 300an pesawat Jepang per 3 April. Sementara itu, Sekutu terus menipu Jepang dengan berbagai taktik supaya Jepang tidak bisa memperkirakan dimana invasi berikutnya akan diarahkan.
Tanggal 17 dan 18 April 1944, konvoi kapal mulai bergerak dari pangkalannya masing-masing di ujung Nieuw Guinea. Dari Pulau Goodenough membawa Div #24, dan dari Tanjung Cretin membawa Div #41. Sementara Gugus Tugas Persecution berangkat dari Finschhafen. 20 April, konvoi menuju utara untuk memutar kepulauan Admiralties, supaya tidak terpantau dari garis pantai Teluk Hansa. Dari utara Admiralties konvoi langsung bergerak menuju sasaran. 12km dari pantai diantara Hollandia dan Aitape, grup serang timur memisahkan diri untuk mengeksekusi Operation Persecution.
Pada hari H 0130AM, 20 km dilepas pantai antara kedua teluk sasaran, konvoi yang tersisa memisahkan diri: grup serang tengah menuju Teluk Humboldt, sementara grup serang barat dan gugus tugas pasukan cadangan+mabes operasi menuju Teluk Tanahmerah. Pendaratan direncanakan serentak pada 0700 pagi sesudah serangkain bombardemen pantai, dan Operation Reckless resmi dimulai.

peta #2

Gerakan armada Sekutu dari pangkalan ke sasaran

Di Teluk Tanahmerah, pendaratan dilakukan Divisi Infantri #24 pada dua lokasi yang bersandi Red Beach 1 dan 2. Karena memperhitungkan bahwa kekuatan utama Jepang akan terkonsentrasi mempertahankan Hollandia (yang diserbu dari Humboldt), maka pasukan pendarat terbesar, termasuk logistik dan para staf akan didaratkan disini. Tetapi kondisi di lapangan ternyata tidak sesuai dengan interpretasi foto udara para perencana operasi. Di Red Beach 2 tidak terdapat jalan ke Red Beach 1, sehingga pasukan, peralatan dan perbekalan yang menumpuk di pantai harus dibawa lagi dengan kapal-kapal kecil ke Red Beach 1.

ngp3

LST di Red Beach 2

Sementara itu, dari Depapre (Red Beach 1) ke sasaran di Sentani ternyata hanya terdapat jalan setapak yang tak dapat dilalui kendaraan hingga jauh, bahkan oleh tank, tidak ada jalan buatan Jepang seperti yang diperkirakan. Oleh karena itu pasukan dari Div #24 harus bergerak maju dengan berjalan kaki saja, membawa logistik secara berantai. Sementara itu perbekalan, staf mabes (yang sebagian sudah turun), pasukan cadangan dan unit-unit pendukung yang masih di kapal dialihkan ke Teluk Humboldt. Begitu juga dengan status pasukan pemukul utama dialihkan ke Div #41 yang bergerak lebih lancar.
Pagi itu juga pasukan terdepan (Yon #1) sudah mencapai Maribu tanpa perlawanan, hanya ada sisa-sisa peralatan pasukan Jepang yang kabur. Selanjutnya menuju ke Paipou. Jangkena, Waibron, Dazai (Dosai sekarang) sebelum mencapai Sabron keesokan harinya. Di Sabron sempat ada perlawanan Jepang yang menahan pasukan hingga tanggal 23. Sementara batalyon #1 membuka jalan. Batalyon #2, #3 dan pasukan selebihnya disibukkan dengan membawa amunisi dan ransum secara berantai, berjalan kaki dari pantai sampai pasukan terdepan (sekitar 12 mil). Masalah logistik ini menghambat pergerakan pasukan hingga tanggal 25, karena semakin jauhnya jarak yang harus ditempuh untuk mengalirkan logistik ke pasukan yang juga semakin banyak, belum lagi hujan yang selalu turun. 25 April, dimana pasukan terdepan sempat mendapat perlawanan lagi di Sungai Dejaoe, sekitar 3500 pasukan sudah ditugaskan untuk hanya untuk membawa logistik saja. Meskipun dengan segala keterbatasan, hari esoknya (26), Yon #1 sudah berhasil menguasai lanud Hollandia, dan sebagian logistik berhasil diterjunkan menggunakan pesawat di Dazai. Sementara itu kendaraan dari kedua ujung juga sudah bisa melewati sebagian jalan. Hari itu juga, di sekitar Weversdorp, unit dari Div #24 sudah bisa mengadakan kontak dengan unit dari Div #41.

peta #3

Pergerakan pasukan darat Sekutu

hollandia

Pantai yang sangat sempit

Di Teluk Humboldt, pendaratan Div #41 dilakukan di empat lokasi yang diberi sandi White Beach 1-4. Disini juga pendaratan berjalan lancar dan hanya sedikit sekali mendapat perlawanan. Masalah yang dihadapi juga sama saja, yaitu pantai yang terlalu sempit untuk menampung segala muatan kapal-kapal pendarat, dan usaha keras membangun jalan dari pantai ke jalan raya Pim-Hollandia.
Sesegera semua pasukan mendarat, kedua resimen dari Div #41 berpencar. Resimen #162 bergerak menuju kota Hollandia, sementara Resimen #186 bergerak ke arah Sentani. Hari itu juga bukit Pancake dan bukit Jarremoh (kompleks pemancar Polimaq sekarang) bisa dikuasai, dan tanggal 23 siang, kota Hollandia sudah jatuh ke tangan pasukan AS.
Disisi lain, pasukan yang menuju Sentani mengalami sedikit hambatan karena hujan lebat yang membuat jalanan penuh kubangan, juga beberapa perlawanan sporadis dari pasukan Jepang. Pasukan AS juga sempat harus menghemat ransum dan amunisi karena pada tanggal 23 tengah malam, serangan tunggal pesawat tempur Jepang di White Beach 1 menimbulkan ledakan berantai yang menghancurkan 60% logistik dan amunisi AS hingga H+1.
Tanggal 24 sore, pasukan AS sudah menguasai dermaga alam kecil di Koyabu (Yoka) yang bisa digunakan untuk serangan amfibi. 25 pagi, 2 kompi dari Yon 1 memulai gerakan amfibi lewat danau Sentani menuju kampung Nefaar (Netar sekarang), disusul sisa Yon 1 pada siang harinya. 25 Sore, Yon 3 yang bergerak lewat darat (sisi danau Sentani) sudah bergabung. Tanggal 26 pagi, pasukan terdepan dibagi dua dan hari itu juga menguasai lanud Cyclops (jam 10.40) dan, setelah melewati kampung Ifaar, menguasai lanud Sentani (jam 11.30). Seluruh target dinyatakan aman sejam kemudian tanpa pertempuran berarti, dan ketika senja, sudah mampu mengadakan kontak dengan unit dari Divisi #21.

peta #4

Setelah semua target utama operasi dinyatakan tercapai tanggal 26, operasi kemudian dilanjutkan dengan menguasai wilayah sekitar dan membersihkannya dari pasukan Jepang yang tersisa. Pada hari-hari berikutnya pasukan AS bergerak menguasai sisi selatan Gunung Cyclops (tempat markas Komando Mandala Pasifik BaratDaya kemudian dibangun), Tanjung Suaja (Tanjung Ria), Hollekang (Holtekamp sekarang), Goya (Koya) dan Tanjung Jar, lalu menguasai lanud Tami. Lanud ini kemudian sempat dipakai sebagai pangkalan jembatan udara tuk mengangkut logistik dari kapal menuju pasukan di wilayah Sentani yang kesulitan ransum. Pasukan AS juga menyebar dan membangun pos-pos hingga ke Marneda, Teluk Demta, bahkan Genyem. Acara “bersih-bersih” ini selesai per 6 Juni 1944.

Yang bertahan:
Diluar perkiraan sekutu, serangan ke Hollandia ternyata tidak mendapat perlawanan berarti dari pihak Jepang. Selain karena unsur kejutannya, hal ini juga disebabkan oleh terbatasnya waktu dan sumberdaya yang dimiliki Jepang untuk memindahkan elemen tempur darat yang signifikan ke Hollandia atau memperkuat pasukan yang sudah ada. Per 22 April 1944, dari sekitar 11.000 pasukan Jepang di Hollandia, hanya 500an saja pasukan darat dari unit anti serangan udara. Sisanya berasal dari pasukan udara, laut dan unit-unit pendukung lainnya.

peta #5

Gerakan mundur pasukan Jepang

22 April pagi, Mayjen Inada yang mengambilalih komando Jepang di Hollandia, menyusun perlawanan semampunya dan masih sempat mengkoordinasikan perlawanan di Sabron. Tetapi sebagian besar pasukannya segera kabur ke pegunungan sesaat setelah kapal-kapal AS melakukan bombardir, dan pada malam itu juga Mayjen Inada sudah memerintahkan mundur teratur. Tanpa perbekalan yang semuanya tersimpan di sekitar Teluk Humboldt, Jepang mundur ke arah Genyem, dimana mereka mengadakan proyek pertanian. Tanggal 30 April, sekitar 7000 tentara Jepang mengorganisasikan diri dalam 10 kelompok, tanpa peta dan perbekalan terbatas, memulai long march menuju Sarmi lewat jalan setapak di hutan; sebagian lagi ada yang ke Demta, desa pantai 25km di barat Depapre. Karena penyekatan pasukan AS, tersesat, kelaparan, luka, kelelahan dan penyakit, perjalanan ini menjadi mematikan, dan hanya sekitar 7% yang sampai di Sarmi. Secara total, hanya sekitar 1000an orang tentara Jepang yang selamat dari penyerbuan Hollandia. 3300an orang terbunuh atau ditemukan tewas, dan sisanya (hampir 7000) hilang. Di lain pihak, hanya 124 pasukan AS yang gugur, 1057 terluka dan 28 hilang.

Hollandia, sesudah invasi.
Sesudah invasi sukses, Sekutu kemudian membangun berbagai fasilitas militer, terutama bagi Armada Ketujuh, yang tersebar mulai dari Teluk Tanahmerah hingga Tanjung Suadja. Seluruh instalasi militer di Hollandia dan sekitarnya itu kemudian diberi kode alfabetik “Base G”.

bases2-p306

Kesibukan tentara AS di pelabuhan yang sedang dibangun

Jend. D. MacArthur lalu memindahkan markas besar Komando Mandala Pasifik Baratdaya dari Brisbane ke Hollandia pada Agustus 1944, di sebuah bukit yang sekarang disebut Ifar Gunung, sekitar 4km diutara lanud Cyclops. Bersama mabes SWPA turut bermarkas di juga komando-komando dibawahnya a.l.: Armada #7, AD #6, AD #8, AU Sekutu dan Tentara Darat Sekutu.
Selanjutnya dalam perang, Hollandia kemudian menjadi titik awal bagi serbuan-serbuan Sekutu berikutnya ke P. Wakde, P. Biak, P. Numfor, Sansapor, dan P. Morotai, hingga pendaratan di P. Luzon, Filipina. Sementara itu AD #18 Jepang yang terkunci di sekitar Wewak akibat operasi ini, berhasil dikalahkan pada akhir Agustus.

Seusai perang.
Seiring dengan berakhirnya PD II, pada Desember 1945 AS menjual segala fasilitas militernya di Hollandia kepada pemerintah Hindia Belanda, yang lalu mewariskannya kepada pemerintah RI sesudah operasi Trikora (sesudah itu Hollandia dinamakan Soekarnopura, lalu Jayapura). Sebagian besar fasilitas militer yang dibangun pasukan MacArthur lalu jatuh ke tangan militer Indonesia, terutama ke Kodam XVII Trikora, termasuk kompleks mako MacArthur di Ifar Gunung, Sentani yang kini menjadi Resimen Induk Kodam (Rindam), dan instalasi Kodam di sekitar Kloofkamp, termasuk kompleks Kodam lama. Tempat pendaratan Sekutu di White Beach 1 & 2 menjadi kompleks perumahan AL, sementara Lanud Hollandia AFAIK dijadikan pangkalan AU di Jayapura (tanpa fasilitas penerbangan). Adapun pelabuhan Armada #7 dan lanud Sentani (bandar udara Sentani sekarang) difungsikan sebagai pintu gerbang umum masuk ke Jayapura. Ada juga bangunan-bangunan yang dikuasai sipil dan sudah beralih fungsi atau dirobohkan. Hanya lanud Cycloops yang tidak dapat saya pastikan lagi tempatnya. Walaupun ada tempat yang saya curigai berdasarkan perkiraan posisinya dari peta dan beberapa quonset hut -bangunan logam rakitan setengah silinder yang menjadi ciri khas konstruksi peninggalan korps zeni militer AS jaman PD II- didekat situ.
Akan halnya peninggalan bukan bangunan seperti bangkai-bangkai kendaraan militer yang begitu banyak terserak di sekitar lokasi pendaratan, sudah habis dijual sebagai besi tua oleh masyarakat lokal. Sementara sisa bom, mortir dan peluru yang tidak meledak saat serangan Sekutu, tak ada habis-habisnya ditemukan dan digunakan sebagai bahan baku bom ikan oleh masyarakat lokal. BTW, sebuah drum BBM supertebal peninggalan USAAF masih saya pakai sebagai drum air di rumah saya sekarang. :mrgreen:

20090414_024726_monumen

Tugu MacArthur di Ifar Gunung sekarang. Klik untuk melihat prasastinya.

Encore:
Sebuah tugu di pantai Hamadi menandai peristiwa pendaratan Sekutu, sementara tugu lainnya di Abepantai menandai kedatangan pasukan Jepang 2 tahun sebelumnya. Keduanya, bersama puluhan quonset hut yang masih bertebaran di penjuru kota, dan Tugu MacArthur di kompleks Rindam, menjadi pengingat akan perang besar yang pernah melewati Jayapura, yang ceritanya makin samar dan terlupakan ini. Bahkan ada informasi resmi yang sesat pula! Jadi, mumpung belum ada perang lagi, mari kita rayakan hidup ini. 😉

26 Tanggapan to “Operation Reckless”


  1. 1 lambrtz September 27, 2009 pukul 3:03 am

    *ngiler*
    Ini…yang macam ini yang pingin saya posting! Tapi belum sempat. 😐 *ngrefer ke status FB yang tempo hari di-like jensen, tentang blog*

  2. 2 Arm September 27, 2009 pukul 3:10 am

    *fasrid karena dah ngantuk*
    sepertinya saya perlu baca2 lagi buku perang pasifik ini 😛
    yg saya inget dari perang pasifik di pulau Papua ini cuma taktik leapfrogging MacArthur pas menuju Filipina 😛

    BTW,
    Wigan Athletic – Chelsea : 3 – 1
    Sampdoria – Inter Milan : 1 – 0
    :-”
    intinya itu

  3. 3 Zephyr September 27, 2009 pukul 9:20 am

    Cocoklah kau menjadi agen mossad 😎

  4. 4 frozen September 27, 2009 pukul 4:53 pm

    Ukh… saya kira panjangnya bakal menyamai (atau bahkan melampaui!) Di Aret op Biliping-nya Mbak Rosen, syukurlah tidak terlalu panjang :-”

    *save*

  5. 5 Ando-kun September 28, 2009 pukul 12:45 am

    Bengong……………..
    Baca sambil nyari peta…….

    fiuhhhhh…. koq jadi inget serial band of brother yg pindah jaman dan lokasi.

    @Arm
    yang urutan dua itu lagi siyal. kiper il samp lagi on fire.

  6. 6 andyan September 28, 2009 pukul 3:30 pm

    woo
    *baca*
    *baca*
    panjang juga yak :mrgreen:

  7. 8 Sukma September 28, 2009 pukul 5:43 pm

    Lengkap euy 🙂 *tapi rooming*

  8. 9 Sukma September 28, 2009 pukul 5:45 pm

    ^

    Eh, typo. Kok “rooming” sih 😆 , maksudnya “roaming” :mrgreen:

  9. 10 jensen99 September 29, 2009 pukul 12:32 am

    @ lambrtz

    Dalam kepala saya masih ada dua konsep tulisan panjang yang bawa2 sejarah lagi sih, tapi gak tau apa bakal tersedia sumberdaya mood dan waktu tuk memulai dan menyelesaikannya. :mrgreen:
    BTW, rencana tulisan tentang sejarah S’por itu dinanti kapan saja jadi. 😉

    @ Arm

    Oh ya, tentu saja. Fase kedua dari perang Pasifik sepenuhnya didominasi persaingan antara leapfrog MacArthur dan island-hopping Nimitz. Dan leapfrog tersukses ya di Jayapura sini. :mrgreen:

    OOT:
    Soal Chelsi dan Inter itu, saya sudah balas dendam di playstation vs teman2 sepanjang Minggu siangnya. Cukuplah mengobati kesel.. 😛

    @ Zephyr

    Ya, tentu saya berusaha untuk tidak omong doang. :mrgreen:
    Makasih pengakuannya~

    @ frozen

    Ini sudah ringkasan minimal yang sesuai standar saya, kalau mau lebih ringkas lagi ya baca artikel Wikipedia-nya saja. :mrgreen:

    @ Ando-kun

    Peta2 diatas tinggal diklik tuk perbesar saja kok. Kalo ada yang membingungkan silahkan ditanyakan. :mrgreen:

    koq jadi inget serial band of brother yg pindah jaman dan lokasi.

    Lah, kisah ini sejaman kok. Operation Overlord yang membuka kisah BoB (tanpa menghitung training day) itu kan 6 Juni 1944, selisih sebulan lebih dikit dengan Operation Reckless. 😛

    @ andyan

    Untuk rata2 tulisan di blog, emang panjang. Hehe.. :mrgreen:

    @ Ali Sastroamidjojo

    Perhaps it could be “a little” shorter without maps, pics and afterwar story. 🙄
    But maps are badly important.. 😕

    @ Sukma

    Roaming sebelah mana? Mungkin bisa kubantu? 😛

  10. 11 andyan September 29, 2009 pukul 1:16 pm

    tapi saya belum pernah pergi ke wilayah sana
    kira2 bakal ada kesempatan maen2 ke papua nggak ya

  11. 12 carra September 29, 2009 pukul 4:02 pm

    kapan nglamarnye jadi guru sejarah jen…?? kok ga pernah crita2…????

    *digampar*

  12. 13 Eka Situmorang-Sir September 29, 2009 pukul 11:37 pm

    Pertama-tama salut untuk postingan ini, banyak data yang harus dipersiapkan untuk artikel ini.

    Saya baru tahu sejarah landingnya si Jendral disini plus soal perangnya.
    Soal siapa yang benar tentang fakta aslinya…
    rasanya agak sulit saya berkomentar untuk itu… belum ada backup data 😛 hehe

  13. 14 jensen99 September 30, 2009 pukul 1:57 am

    @ andyan

    Wah, saya tak bisa jawab kalo itu… ^^;

    @ carra

    Wahaha.. ngajar gratis di blog sajalah! 😆

    @ Eka Situmorang-Sir

    Pertama-tama salut untuk postingan ini

    Makasih banyak 😀

    Saya baru tahu sejarah landingnya si Jendral disini plus soal perangnya.

    Mungkin karena tidak diajarkan di pelajaran sejarah sekolahan (selain “pemerintah Hindia Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang tanggal sekian”), tak banyak orang Indonesia (diluar TKP) yang tau bahwa di negara ini juga ada lokasi-lokasi yang menjadi tempat pertempuran langsung Jepang vs Sekutu. 🙄

    Soal siapa yang benar tentang fakta aslinya…

    Fakta asli tentang apa? Well, yang manapun juga, tentu saja saya yang benar. 😈

  14. 15 Yari NK September 30, 2009 pukul 10:46 am

    Huehehe… jadi inget masa kecil dulu, karena sering mengkoleksi rakitan Tamiya, Matchbox, Heller dan sebagainya dulu tahun 1970an jadi doyan sejarah PD II, walaupun untuk pertempuran detailnya di sekitar northern New Guinea baru sempat mbaca di sini nih, thanks deh buat infonya yang detail. Sebenarnya sudah lama saya punya satu artikel juga mengenai sebuah strategi perang yang didasarkan pada salah satu teori Operations Research (yang banyak digunakan pada masalah2 managerial perusahaan) yang contohnya cocok diterapkan pada pertempuran di sekitar kepulauan Bismarck antara AS dan Jepang, lengkap dengan perhitungan2 dan skenario yang sedikit disederhanakan. Namun sayang, tabelnya (grafiknya sih mendingan) banyak banget, jadi penyakit malesnya kumat… apalagi sekarang emang malesnya lagi kumat… huehuehue…..

  15. 16 edratna September 30, 2009 pukul 4:58 pm

    Wahh artikelnya bagus, dan lengkap.
    Lha punya saya cuma laporan pandangan mata…hehehe

  16. 17 jensen99 Oktober 1, 2009 pukul 5:49 pm

    @ Yari NK

    Ahaha, saya sih mulanya dari suka dunia aviasi, karena dari kecil sering ke bandara. Dari aviasi > aviasi militer > tehnologi militer > sejarah militer. :mrgreen:

    walaupun untuk pertempuran detailnya di sekitar northern New Guinea baru sempat mbaca di sini nih

    Haha, ini sih cuma detail yang terjadi di Jayapura dan sekitarnya saja, gak keseluruhan northern New Guinea. 😛

    thanks deh buat infonya yang detail.

    Makasih kembali.

    Sebenarnya sudah lama saya punya satu artikel juga mengenai sebuah strategi perang yang didasarkan pada salah satu teori Operations Research

    Wah, kalo Operation Research emang saya yakin pasti rumit. :mrgreen: BTW bang Yari sepertinya dah lama gak nulis sesuatu yang berhubungan dengan militer ya? 😉

    @ edratna

    Soalnya perfeksionis bu, kalo gak (diusahakan) lengkap rasanya malu sok2 nulis sejarah, apalagi yang terjadi di kota sendiri. 😛

  17. 18 Kurotsuchi Oktober 3, 2009 pukul 10:30 am

    panjang bener, pak… kalo diulur sekitar 5 meter kayaqnya… dan postingan ini malah bikin memori saya campur aduk antara pelajaran sejarah pas masih es de sama adegan bombardir yang dahsyat di filem Pearl Harbour itu (minus romantika-nya yang bosok dan ngerusak adegan perang :P)

    pernah ndak om sampeyan mikir atau ngayal aja semisal sampeyan jadi decision maker sekelas jendreal atau apalah, kira2 taktik apa yang bisa dipakai untuk meraih kemenangan bagi jepang? *masih menganggap jepang terlalu teledor dengan menarik mundur serangan lantaran merasa udah menang*

    @ Arm :
    FYI, Jovetic was a super-hero! :mrgreen:

  18. 19 jensen99 Oktober 6, 2009 pukul 12:46 pm

    ^

    Seperti yang kubilang ke Frozen, kalo mau yang pendek ya baca wiki saja. :mrgreen:

    […] kira2 taktik apa yang bisa dipakai untuk meraih kemenangan bagi jepang?

    Berdasarkan skala prioritas setelah mempelajari kelemahan2 Jepang:
    1] Mengakurkan dan menyinkronkan AD dan AL yang jalan sendiri2.
    2] Memperbaiki/mengganti sandi rahasia yang sudah bocor.
    3] Membangun radar dan sistem proteksi AKS untuk kapal2 kargo.
    4] Mendirikan AU independen, dan melengkapinya dengan pembom strategis.
    5] Membangun Korps Zeni profesional.
    6] dan lain2

    *masih menganggap jepang terlalu teledor dengan menarik mundur serangan lantaran merasa udah menang*

    Err.. Kapan itu? Sebenarnya kan, sesudah aksi ofensifnya ke Asia Tenggara dan Pasifik, Jepang berharap bisa memaksakan negosiasi damai dengan AS dan Inggris, yang akan merelakan wilayah2 tsb tuk Jepang. Pemikiran yang sungguh sempit.. 🙂

  19. 20 Orang Morotai Oktober 27, 2009 pukul 12:12 pm

    Inilah yang merupakan dilema bagi bangsa Indonesia..kenapa sejarah kedatangan Pasukan Sekutu di Morotai tidak di catat dalam sejarah Perjuangan Indonesia?? yang ada sejarah perjuangandi Pulau Jawa..pada hal kemerdekaa Indonesia buakan dengan “bambu Runcing” tetapi hasil keringat Sekutu…masaJepang dan Belanda sudah memakaiSenta Api..kok di lawan denganBambu Runcing..ini mustahil..tapi inilah kerja dari pemerintah pusat yang mau hanyajawa..tapi ketika wilayah lain inginmelepaskandiri..kok di cegah…haha…Rewel menurut saya.

  20. 21 jensen99 Oktober 29, 2009 pukul 10:19 am

    ^

    kenapa sejarah kedatangan Pasukan Sekutu di Morotai tidak di catat dalam sejarah Perjuangan Indonesia??

    Seharusnya sih memang mesti ada dalam sejarah Indonesia, tapi bukan sejarah perjuangan, karena tidak melibatkan pejuang Indonesia (walopun hasilnya -dalam skala PD II- adalah berakhirnya imperialisme Jepang yang nantinya dimanfaatkan tuk merdeka).

    yang ada sejarah perjuangandi Pulau Jawa..

    Yang rame diceritakan di Jawa itu sebenarnya perang mempertahankan kemerdekaan terhadap Agresi Militer Belanda I & II. Memasuki abad ke 20, atau sesudah Perang Aceh, sudah tak ada lagi perjuangan bersenjata di Indonesia hingga saat usai merdeka. CMIIW.

    .pada hal kemerdekaa Indonesia buakan dengan “bambu Runcing” tetapi hasil keringat Sekutu…

    Ahahaha… Ya.. ya.. semuanya berhubungan kok. Kolonialisme Belanda diakhiri imperialisme Jepang, dan imperialisme Jepang diakhiri serangan balik Sekutu. Jadi Jepang juga patut dapet kredit. Tapi soal penggambaran bambu runcing dalam perjuangan memang terlalu berlebihan dan tak masuk akal. Setuju.

    tapi inilah kerja dari pemerintah pusat yang mau hanyajawa..

    Jawasentrisme memang sux! 👿

    tapi ketika wilayah lain inginmelepaskandiri..kok di cegah…

    Mustinya difasilitasi ya? 😉

  21. 23 a.bang.tam.pan Februari 24, 2012 pukul 3:14 pm

    tulisan ini pasti kopas dari sini, kan? hayo, ngaku kamu, jenderal! 😆


  1. 1 Papua, sepotong sejarah (repost) « JenSen Yermi's Weblog Lacak balik pada Oktober 25, 2011 pukul 12:49 am
  2. 2 Catatan Tentang Sebuah Blog Sejarah « Lapak Aksara Lacak balik pada Februari 27, 2012 pukul 1:59 am
  3. 3 Papua, sepotong sejarah (repost) | JenSen Yermi's Weblog Lacak balik pada November 18, 2018 pukul 2:58 pm

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s




JenSen99 is

I got a heart full of pain, head full of stress, handfull of anger, held in my chest. And everything left’s a waste of time~
September 2009
M S S R K J S
 12345
6789101112
13141516171819
20212223242526
27282930  

Arsip

Follow me on Twitter


%d blogger menyukai ini: