Museum dan Galeri, 2020-2023

Sejak menulis daftar museum yang pernah saya kunjungi dari pertama hingga 2019, rasanya saya perlahan menjadi museum junkie. Kalo dulu cerita trip didominasi oleh kopdar dengan sesekali mengunjungi museum, sekarang cerita trip didominasi oleh mengunjungi museum entah sebagai petualangan sendiri, kencan, atau malah kopdar. Didukung oleh pacar yang penyuka seni akut, daftar museum dan galeri yang saya kunjungi menjadi bertambah dengan cepat. Di tahun ini saja saya mengunjungi 50an museum dan galeri. Ini catatan ringan saya melanjutkan daftar kapan hari itu sekaligus menutup tahun ini.

Di Bangkok National Museum

2020:

34. Museum Zoologi, Bogor
Diajak bestie main ke Kebun Raya Bogor, ikut tanpa membayangkan apa-apa -bahkan baru hari itu tahu bahwa Istana Bogor ada di dalam Kebun Raya-, ternyata ada museum besar di dalamnya, dikunjungi tanpa pikir panjang. Beberapa koleksi burungnya mengungatkan pada peliharaan bokap di rumah, dan koleksi Cenderewasihnya mengesankan. Sementara itu bestie kabur dari galeri reptil. :mrgreen:

35. Museum Seni Rupa dan Keramik, Jakarta
Di antara menemani bestie ke Pecinan Glodok dan kopdar dengan kawan lama di Kota Tua, saya ditemani ke sini. Mengunjungi setiap ruangan tapi tidak sempat membaca setiap detail. Semoga kesampaian mengajak pacar ke sini karena banyak koleksi lukisannya. Akhir 2023 mau ke sana lagi tapi ternyata sedang direnovasi.

36. Museum Taman Prasasti, Jakarta
Menggojek ke sini setelah ke Museum Polri tapi tutup. Eksplorasi sendiri bermodalkan gugling dan penjelasan yang ada sambil sesekali nguping informasi dari para pemandu tur yang sibuk menjelaskan ke museumgoers lainnya. Tidak kepikiran mencari logo Freemason tapi kalo tidak salah berhasil mengidentifikasi semua nisan penting ada di mana saja.

2021:

37. Museum Mandala Bhakti, Semarang
Pertama kali ke sini 2016 atau 2017 museumnya tutup, kali ini hanya dibuka sebagian dari pintu depan tuk menikmati lukisan panjang riwayat perjuangan Pangeran Diponegoro. Menjelang memasuki ruang pamer yang berisi koleksi utama malah pintunya terkunci. Sudah tidak bisa berharap profesionalisme karena ini museum TNI-AD (penjaganya ngajak ngobrol pun), masih pandemi pula sehingga yang jaga makin sesukanya saja. Kembali lagi beberapa hari kemudian tapi masih zonk. Entah kapan dicoba lagi.

38. Semarang Gallery, Semarang
Kencan dengan pacar sesiangan di Kota Lama Semarang dibuka di museum seni kontemporer ini. Banyak lukisan modern yang susah dipahami, tapi ada juga yang menarik menurut selera saya. Sistem pendinginannya kurang baik sehingga di dalam terasa panas.

16. Lawang Sewu, Semarang
Kunjungan kedua yang lebih kaffah (setelah mau ke Museum Mandala Bhakti lagi tapi tutup lagi). Ini pencapaian besar karena bukan cuma kencan bawa pacar, tapi juga butuh usaha melihat Lawang Sewu tiap hari dari kamar hotel untuk meyakinkan pacar -yang selama ini terintimidasi aura seram Lawang Sewu- bahwa museum ini tidak spooky untuk dikunjungi berdua. Kami juga menyewa pemandu yang sangat ramah untuk menuntun kami termasuk menemukan pintu ke rubanah (akhirnya) dan spot foto terbaik.

2022:

39. Museum Angkut, Batu
Agak tricky juga ke sini karena tiket harus dipesan daring untuk besok (tidak ada opsi hari ini) sementara saya mau berkunjung hari ini, sehingga beli tiket dulu lalu menghubungi manajemen untuk digeser jadwalnya. Museum ini jauh lebih besar dari yang saya bayangkan dengan koleksi kendaraan (dan pesawat) yang mengagumkan. Melelahkan tapi puas. Harus berterima kasih pada ponakan di Malang yang memaksa saya menghadiri pernikahan dia sehingga saya bisa ke sini.

40. Museum Dharma Wiratama, Yogyakarta
Berkopdar dengan dua teman grup chat TeleSejarah di Museum Pusat TNI-AD. Kami eksplorasi seluruh koleksinya sepuasnya sambil ngobrol dan masing-masing menemukan hal menarik termasuk turun ke bunker. Menyenangkan bahwa museum ini dikelola dengan modern tapi untuk ukuran museum pusat, ukurannya tidak besar dan koleksinya juga tidak lengkap.

41. Museum Sonobudoyo, Yogyakarta
Menarik bahwa saya ditemani pemandu beretnis Sumba di museum ini, mendengarkan seseorang dengan logat melayu Kupang menjelaskan sejarah Jawa. DIbanding foto lawas hitam putih, lukisan para raja Jawa yang penuh warna selalu menarik perhatian saya.

42. Museum Sandi, Yogyakarta
Museum kecil yang bagus tentang sejarah dan perjuangan persandian di Indonesia. Berkeliling ditemani pemandu dan dapat suvenir yang menarik. Sa masih sempat mengoreksi via pemandu bahwa ada display yang salah (foto dari Perang Irak tapi keterangannya Perang Teluk).

14. Museum Dirgantara Mandala, Sleman
Kembali ke Museum Pusat TNI-AU. Banyak hal baru dari 9 tahun lalu. Saya suka penyajian interaktif profil para KSAU karena selalu tertarik tanda jasa apa saja yang melekat di seragam mereka. Tertarik pada peta pembagian Koopsau yang memperkuat ingatan saya bahwa Koopsau III itu awalnya mencakup NTT. Ada bunker yang bisa diakses. Tentu saja sajian utamanya adalah pesawat-pesawat yang dulu belum ada seperti F-5, Hawk Mk 53, F-27, Il-14, C-130, Hawker Hunter. Ntah kenapa proyek gagal Habibie N-250 ikut dipamerkan di situ. Sayang sekali Museum Engine tutup.

43. Museum Jenderal Besar Soeharto, Bantul
Kopdar lagi bersama teman-teman blogger. Sa tidak membaca habis setiap penjelasan di sana, banyak yang hanya sekilas. Tentu saja sa berharap ada banyak propaganda keberhasilan Soeharto di museum ini, tapi tidak menyangka ada display khusus Pepera 1969 di sini termasuk salinan seluruh penanda tangan. Yah tentu saja aneksasi Indonesia atas Papua termasuk rekayasa jajak pendapat adalah prestasi Soeharto.

2023

44. Museum Surakarta Hadiningrat, Solo
Ke Keraton Solo lagi setelah 10 tahun. Cuma tersenyum waktu pemandu menjelaskan betapa sakralnya Sasana Sewaka yang cuma bisa dilihat dari luar, sementara dulu ikut acara ASEAN Blogger Festival 2 di pendhapa itu. Menyusuri museum sambil memikirkan apakah konflik internal keraton mempengaruhi juga kualitas museum. Selepas dari museum, tukang becak yang menunggui lalu membawa saya berkeliling kompleks keraton, menjelaskan pangeran siapa tinggal di pojok mana. Mencerahkan.

45. Museum Pos Indonesia, Bandung
Rencana ke Museum Geologi malah belok ke sini mengikuti papan penunjuk arah. Sangat menikmati pameran Surat Emas, replika dari pameran Surat Emas Raja-Raja dan Naskah Nusantara dari koleksi Inggris, -sungguh artistik- dan koleksi perangkonya yang seandainya mungkin mau saya tarik setiap lacinya.

46. Museum Gedung Sate, Bandung
Sebuah museum yang sangat modern tentang Gedung Sate dan arsitektur New Indies yang legendaris itu. Ternyata banyak yang bisa dipelajari di sini. Bandung sungguh beruntung punya bangunan ini.

47. Museum Sasmitaloka AH Nasution, Jakarta
Entah kenapa ojek putar balik dan menurunkan saya di sisi jalan yang salah, Akhirnya saya berjalan menjauhi museum lalu mendadak dihentikan polisi paramiliter bersenjata lengkap yang bersiaga seolah saya membawa bom. Setelah ditunjukkan arah ke museum baru saya sadar itu kediaman Megawati. Tertarik foto Pak Nas bersama Prabowo tahun 1998 karena saya gagal mengidentifikasi tiga jenderal lain di foto itu.

48. Museum Multatuli, Rangkasbitung
Museum kecil yang bagus. Pergi ke sini adalah petualangan tersendiri dari Jakarta dan memberikan pengalaman mencicipi Banten yang bukan Tangerang atau Tangsel termasuk jalan kaki bolak balik dari stasiun kereta ke museum.

49. Museum Hakka Indonesia, Jakarta
Ditemani bestie ke TMII, kami beruntung ke museum ini di hari yang dia pilih karena tanpa kami tahu museum sedang ditutup untuk renovasi dan kebetulan dibuka karena ada donatur yang datang hati itu. Museum yang sangat penting untuk memahami sejarah warga Tionghoa di Indonesia dan budaya mereka. Museumnya besar, luas, modern, dan bagus. Sungguh beruntung punya dana yang besar. Kalo sudah kelar dipercantik layak dikunjungi lagi.

50. Museum Prangko Indonesia, Jakarta
Melanjutkan TMII bersama bestie dari Museum Hakka, museum ini malah terasa terbengkalai dan kurang pencahayaan memadai untuk koleksinya yang sebenarnya bagus. Terlihat masih menjadi relik orde baru yang berlebihan ornamen. Papan namanya saja saya foto terlepas dan hanya disandarkan di pos keamanan.

51. Museum Polri, Jakarta
Setelah 3x zonk dalam trip-trip sebelumnya, akhirnya kesampaian ke sini. Berada di kompleks Mabes Polri menyebabkan protokol masuk juga ketat tapi tidak ada masalah. Kecuali ruang pamer tentang Densus 88 dan terorisme yang tutup dan berantakan, museum ini modern dan bagus, bahkan ada game interaktifnya yang mana sa sempat mengajarkan dedek-dedek pengunjung lain cara memainkannya.

9. Museum Keprajuritan, Jakarta
Kembali setelah 13 tahun kali ini bersama pacar. Ternyata museumnya sedang direstorasi tapi anehnya tetap buka dan jual tiket. Kami jadinya hanya jalan-jalan saja di citadelnya dan mempelajari koleksi patung pahlawan di taman belakang. Pacar bahkan sempat menyanyi satu lagu di atas panggung di area taman.

52. National Museum of Singapore, Singapura
Museum nasionalku yang kedua. Tentu saja ramai, saya dan pacar harus mengantri untuk mendapatkan tiket. Kami lalu eksplorasi sendiri sampai tur berpemandu mulai. Senang bisa menjawab pertanyaan pemandu bahwa negara yang membantu membangun Angkatan Bersenjata Singapura adalah Israel -tentu saja saya tahu-. Usai tur, kami kembali lagi ke awal dan mengeksplorasi ulang seluruh museum karena tentu saja tur hanya berfokus pada koleksi terpenting sesuai kisah. Terkesan pada sejarah era pendudukan Jepang yang brutal. Kami habis seharian di sini, diselingi makan di kafe museum.
Dari galeri permanen hari itu: Singapore History Gallery; Life in Singapore: The Past 100 Years; Singapore, Very Old Tree (di Rotunda); Story of the Forest (di Rotunda). Dari pameran sementara: A Voyage of Love and Longing, koleksi gambar dari William Farquhar Collection of Natural History Drawings.

53. Peranakan Museum, Singapura
Tujuan cadangan setelah gagal ke The Jews of Singapore museum. Ini Museum Hakka versi Singapura, tapi juga bercerita tentang warga keturunan India, Arab, dan Eropa. Museum ini direnovasi sejak 2019 dan baru selesai Februari 2023, jadi ketika Maret saya ke Singapura kondisinya benar-benar masih baru dan gedungnya pun sangat cantik.

54. Air Force Museum, Singapura
Agak petualangan juga PP ke kompleks RSAF Paya Lebar tapi sukses. Koleksi dan sejarah masa lalu AU Singapura tentu tidak sekaya AU kita dan terlihat di display statis walo tentu saja E-2C Hawkeye mereka seng ada lawan, tapi ketika masuk masa modern lewat berbagai display interaktif dan futuristik barulah terasa AU kita tertinggal jauh. Sebagai penyuka aviasi militer, senang bisa berkunjung ke sini.

55. Buddhas of the World Museum, Singapura
Tidak menyangka bahwa di Buddha Tooth Relic Temple yang terkenal itu ada museumnya. Tidak berencana ke sini tapi ketika mengeksplorasi Telok Ayer dan Ann Siang Hill ternyata tembus ke Chinatown langsung ke kuil ini jadi dimasuki saja. Karena cuma punya waktu sejam jadi agak terburu-buru tapi masih sempat mempelajari seluruh riwayat hidup Buddha. Sesudah di Tsz Shan Monastery Hong Kong itu bisa dibilang ini museum Buddha saya yang kedua.

56. Singapore Musical Box Museum, Singapura
Tujuan utama ke Telok Ayer adalah mau ke museum privat ini. Harus buat janji temu dulu dan dapet jam 3 makanya killing time ke museum sebelumnya. Ini museum pertama yang mana saya jadi tahu saya tidak mungkin eksplorasi sendiri karena seluruh koleksinya butuh didemonstrasikan supaya keluar musiknya. Museum ini sungguh hidden gem dan saya belajar banyak tentang musical box dari pemiliknya.

57. National Gallery Singapore, Singapura
Galeri Nasional pertama saya, dan akan jadi tolak ukur saya ke galeri-galeri lain. Sama pacar ke sini dari sebelum buka dan menghabiskan seharian penuh menelusuri setiap galeri yang buka termasuk ke perpustakaan di rotunda. Hanya keluar untuk makan siang di “warteg” terdekat yang menurut Google Maps sekarang sudah tutup. Gedungnya saja menakjubkan dan jadi obyek pameran sendiri berjudul Listening to Architecture: The Gallery’s Histories and Transformations.
Pameran khusus hari itu: Liu Kuo-sung: Experimentation as Method; Living Pictures: Photography in Southeast Asia; Pameran jangka panjang: Siapa Nama Kamu? Art in Singapore Since the 19th Century; Familiar Others: Emiria Sunassa, Eduardo Masferre and Yeh Chi Wei, 1940s-1970s. Tentu saja yang paling mengesankan adalah pameran Between Declarations and Dreams: Art of Southeast Asia since the 19th Century, di mana kami menemukan 9 lukisan karya maestro kita Raden Saleh dan pacar membuat sketsa dari lukisan Juan Luna . Senang menemukan banyak karya pelukis dan perupa Indonesia di sini. Judul pamerannya saja dari puisi Chairil Anwar.

58. Singapore Art Museum, Singapura
Museum utama SAM di Bras Basah sedang direnovasi besar-besaran jadi kami ke museum sementara di Tanjong Pagar Distripark -kami dapat diskon masuk- yang hanya terdiri dari 4 galeri, mayoritas diisi pameran dari Singapore Biennale 2022: Natasha dan Joo Choon Lin: Dance in the Destruction Dance. Seni kontemporer bukan selera saya, tapi di sini bisa belajar mengapresiasi berbagai karya seni. Seperti di Galnas S’pore, ketika ada fasilitas pacar juga menggambar.

59. Asian Civilizations Museum, Singapura
Di hari yang sama dengan SAM. Museum 3 lantai ini jauh lebih besar dari yang saya sangka dan kami menjelajahi seluruh galerinya minus Fashion and Textiles yang sedang tutup sampai malam. Sungguh museum peradaban asia yang lengkap. Di galeri Ancestors dan Rituals ada banyak koleksi dari etnis-etnis di Indonesia yang ditampilkan dengan sangat bagus. Pameran khusus hari itu adalah Body & Spirit: The Human Body in Thought and Practice termasuk Buddha Relics dan Vel Vel The Burden Dance; Juga ada ACM and Anima Mundi: Chinese Christian art from the Vatican Museums.

60. Museum Macan, Jakarta
Kembali dari Singapura saya dan pacar langsung ke sini. Pameran hari itu adalah Chiharu Shiota: The Soul Trembles. Ini juga pameran dari seniman yang karyanya tidak mudah sa pahami, tapi yang lebih terkenang dari hari itu adalah banyaknya pengunjung anak muda keren yang berburu konten dan tidak menjaga jarak atau bahkan seenaknya memegang obyek pameran. Malah jadi emosi.

61. Galeri Nasional Indonesia, Jakarta
Dengan patokan ke Galnas Singapura, harapan saya dan pacar paling nggak pengalaman kami selevel ya. Apa daya jauh panggang dari api. Datang jam 11.30AM, bukan cuma kami harus mendaftar dulu untuk dapat quota baik untuk pameran tetap maupun pameran sementara, tapi juga harus menunggu hingga jam 1PM karena jam 12-1PM staff galeri pergi makan siang. Wadefak. Akhirnya kami dapat giliran masuk jam 1PM, belum juga satu galeri selesai, tepat jam 2PM kami dikabari kalo jatah kunjungan kami sudah selesai. Bayangkan ke galeri nasional cuma boleh satu jam! Saya ngamuk-ngamuk ke staff, begitu juga pacar. Akhirnya kami berdua dibiarkan saja terus di dalam, berbaur dengan pengunjung quota jam berikutnya. Galerinya sendiri tidak memberi pengalaman seperti yang sa bayangkan, terutama karena lebih banyak lukisan milik negara yang menjadi koleksi Sekretariat Negara dan dipajang atau disimpan di Istana-istana kepresidenan ketimbang koleksi Galeri Nasional. Jadinya cuma satu lukisan asli Raden Saleh yang kami temui hari itu. Dengan hanya ada dua galeri dan itu pun tidak terbuka seluruhnya, kami hanya menghabiskan 2,5 jam di sini. Saya ngomel-ngomel ke akun Xwitter Galeri Nasional soal pengalaman hari ini tapi jawaban adminnya juga textbook pemerintah. Sucks.
Dari situ kami ke pameran temporer berjudul Created in Italy: An Aptitude for the Impossible yang agak jauh dari seni karena ini pameran desain produk industri Italia dalam rangka Italian Design Day 2023. Beberapa bulan kemudian saya kembali sendirian lagi ke ruang pamer ini untuk melihat Pameran Repatriasi: Kembalinya Saksi Bisu Peradaban Nusantara untuk melihat sebagian calon-calon koleksi Museum Nasional yang baru dipulangkan dari Belanda. Saat itu galeri sedang direnovasi total dan kabarnya akan diterapkan sistem berbayar. Semoga menjadi lebih baik.

62. Cemara 6 Galeri – Museum, Jakarta
Galeri pribadi di rumah Almarhumah Toety Heraty yang kemudian jadi museum. Ini museum privat yang sangat bagus dengan pemandu yang sangat ramah. Nama-nama yang menjadi who’s who di dunia seni Indonesia berhamburan di sekujur rumah. Ada galeri khusus Mochtar Apin, Salim, dan perupa perempuan di mana pacar langsung mengenali karya Dolorosa Sinaga. Saya tertarik menemukan music box di rumah itu yang hanya dijadikan tatakan patung. Di ruang eksibisi ada Pameran Bersama “SHARIRA” dari Girls Pay the Bills.

38. Semarang Gallery, Semarang
Kembali berkencan ke sini demi kopdar dengan kawan lama, kali ini kami disuguhi pameran temporer Seni Agawe Santosa: Merayakan Keberagaman. Masih terasa panasnya Semarang dan sesudahnya harus ngadem bertiga di Spiegel Bar & Bistro di depan galeri.

63. Museum Pura Mangkunegaran, Solo
Akhirnya kesampaian menginjak kompleks istana Mangkunegara. Pemandu saya panik ketika saya menyalakan flash HP untuk menerangi koleksi, tapi di dalam museum yang tidak boleh mengambil gambar itu pencahayaannya sungguh kurang, sulit melihat detail. Ini museum privat yang bagus tapi seperti juga keraton Kasunanan menurut saya butuh revitalisasi. Sayang melihat banyak lukisan yang kusam, bahkan lantai ada yang harus dihindari karena basah dari bocor.

64. Museum Keraton Yogyakarta, Yogyakarta
Bolak-balik ke Jogja baru kali ini masuk ke kompleks keraton Kesultanan. Di Kedhaton Kagungan Dalem hari itu ada pameran temporer Narawandira: Keraton, Alam, dan Kontinuitas yang sangat bagus. Selain pameran itu galeri yang berisi peralatan jamuan makan sungguh menarik.

65. Museum Sri Sultan HB IX, Yogyakarta
Satu museum yang buka di dalam Keraton untuk salah satu tokoh paling komplit hidupnya di Republik ini. Sayang saya tidak mendapatkan informasi kapan tepatnya HB IX diangkat menjadi Letnan Jenderal tituler dan Jenderal tituler, juga semua tanda penghargaan beliau sudah kusam.

66. Museum Wahanarata, Yogyakarta
Kata pacar ketika masih berwujud museum kereta keraton, museum di luar tembok keraton ini auranya seram. Sekarang sudah modern dan menyenangkan untuk dikelilingi walo koleksinya masih sama. Saya dapat diskonan tiket karena masih promosi usai direnovasi. Tiga museum terakhir adalah petualangan mencoba KRL Solo-Jogja PP.

67. Museum Tumurun, Solo
Sukses membujuk pacar ikut ke museum seni lokal. Seperti di Galnas, kami cuma dijatah sejam. Karena ini museum privat kami tidak protes dan tanpa keberatan membayar lagi untuk sesi satu jam kedua sesudah makan siang. Kami beruntung bahwa pameran temporer hari itu adalah Rayuan Pulau Kelapa yang memamerkan lukisan-lukisan Mooi Indie (Hindia Molek) bagus-bagus termasuk satu karya Raden Saleh. Menarik bahwa sa mendapati ada satu lukisan yang sa yakin salah diidentifikasi judulnya oleh sang kurator. Mestinya lukisan “Women and Child in a Forest Path in Malaysia (1872)” dari Maurits Ernest Hugo Kerkhoff -jadi bukan di Hindia- tapi di judul tertulis “A Javanese Village Overlooking Mount Semeru (1872)” yang mestinya lukisan lain -dan sesuai tema pameran- dari pelukis yang sama. Usai kunjungan saya dan pacar mengisi kuisioner dan diberi dua botol sirup.

13. Museum Ullen Sentalu, Sleman
10 tahun lalu ikut mobil dari kota Jogja ke ujung Kaliurang sini sudah jauh sekali rasanya. Kali ini malah dari Salatiga sendirian naik transportasi umum via Bawen dan Magelang. Cukup gila untuk ukuran saya. Niatnya sampai Jogja mau ke museum Pura Pakualaman, tapi karena ditolak masuk, jadilah sa menggojek ke sini lagi karena pernah dikabari kuratornya kalo mereka punya tur berbeda yang belum ada di 2013. Kalo yang dulu sa datangi adalah tur Adiluhung, kali ini sa ambil tur Vorstenlanden. Karena sendirian jadi berdua saja dengan pemandu berasa tur privat. Senang bisa kembali ke sini. Perjalanan kali ini menjadi panduan untuk trip Magelang berikutnya dan solo trip pacar ke sini.

68. Museum Samudera Raksa, Magelang
Kembali ke Candi Borobudur setelah 10 tahun dan kali ini berhasil naik sampai ke puncak bareng pacar. Manajemen candi sudah berubah jauh sejak masa itu, dan untuk alasan konservasi, banyak tingkat di candi Borobudur tidak lagi bisa diakses publik, artinya banyak relief tidak bisa lagi dilihat langsung; jam berada di candi juga dibatasi satu jam, harus pakai sendal khusus (yang bisa dibawa pulang), dan harus ditemani pemandu. Sayangnya di hari itu pembaharuan ini belum menyentuh museum Samudera Raksa di dekat candi yang sepi terbengkalai. Saya tidak bisa mengakses kapalnya maupun layar interaktifnya. Ya cukuplah tahu orang Jawa dulu bisa berlayar.

69. Museum Borobudur, Magelang
Sebaliknya museum yang ini terkena modernisasi di bagian dalam dan terawat bagus. Sayangnya modernisasi ini menghilangkan apa yang sa cari dari museum ini: koleksi foto seluruh relief Karmawibhangga karya Kassian Cephas. Hanya ditampilkan foto-foto baru saja dan terlihat itu dari sudut Karmawibhangga yang memang dibiarkan terbuka. Mengecewakan karena tidak tahu lagi mau dilihat di museum mana selain di internet.

70. Museum OHD, Magelang
Pertama datang saya dan pacar menghabiskan sepagian di unit publik, hari itu ada pameran temporer Lanskap Gus Mus: Pameran seni karya Gus Mus dan Keluarga. Kelar dari situ kami ditawari tur berpemandu ke unit privat: museum lama OHD di belakang rumah sang pemilik. Tanpa pikir panjang pacar beli tiket lagi dan kami dibonceng 2 motor ke situ. Ini galeri utama yang koleksinya sungguh memukau, di antara deretan lukisan Soedibio, S. Sudjojono, Hendra Gunawan, Affandi, dan Widajat yang mendominasi, terselip satu karya Raden Saleh. Sungguh pengalaman menyenangkan.

71. Chiang Mai National Museum, Chiang Mai
Museum nasional Thailand wilayah utara yang mencakup 8 provinsi. Pertama kali belajar eksistensi Kerajaan Lanna yang dulunya berkuasa independen di Thailand utara sebelum kerajaan itu dicaplok oleh Kerajaan Siam. Kesan pertama saya ini seperti Jogja-nya Thailand. Museum ini besar dan modern walo beberapa layar interaktif mati ketika saya dan pacar datang. Saya belajar banyak  sejarah di museum ini.

72. Chiang Mai City Arts & Cultural Center, Chiang Mai
Museum modern tentang sejarah kota Chiang Mai dari masa ke masa dan kehidupan warganya. Di depan museum ada patung tiga raja yang semacam menjadi landmark kota. Saya dan pacar duduk-duduk lama di alun-alun depan museum sesudah museum tutup.

73. Museum of World Insects and Natural Wonders, Chiang Mai
Museum privat ini kecil dan mahal, serta susah dicari ketika lewat (saya motoran sendiri hari itu) karena pagarnya selalu tertutup. Kalo bukan karena ada turis Argentina yang juga bersamaan datang mungkin saya mengurungkan niat.  Dibangun oleh ahli malaria Dr. Manop Rattanarithikul dan istri dia Rampa Rattanarithikul. Isinya bukan hanya koleksi nyamuk (yang mustahil saya bedakan satu sama lain) tapi juga koleksi serangga, lukisan surealis, kayu unik, dan batu unik.

74. Lanna Folklife Museum, Chiang Mai
Kencan lagi ke museum modern tentang kehidupan orang Lanna yang terdiri dari beberapa etnis lokal dan pendatang. Banyak diorama menarik yang menunjukkan keseharian masyarakat tradisional di situ. Mereka juga punya tenunan bagus yang motifnya mengingatkan pada motif tenunan tradisional NTT. Saya juga suka gaya lukisan mereka.

75. The Treasury Museum Chiang Mai, Chiang Mai
Museum uang cabang Chiang Mai. Pertama kali ke sini saya dan pacar agak terburu-buru karena sudah kesorean sehingga besoknya saya datang lagi sendirian -soalnya gratis- karena masih ingin eksplorasi. Eh datang tengah hari juga waktu saya dibatasi karena listrik padam dan bakal ada perbaikan. Dari museum ini saya paham kalo pecahan Baht itu namanya Satang.

76. The Temple of the Emerald Buddha Museum, Bangkok
Museum termahal karena ada di dalam kompleks Keraton Bangkok. Koleksinya di lantai atas bagus-bagus tapi tidak boleh difoto, termasuk empat patung Buddha dengan pose berbeda yang dibawa dari candi di Jawa. Pacar lumayan kelelahan masuk sini setelah mengelilingi keraton di siang hari yang sangat panas, tapi nyaman sekali mengelilingi lantai dua dengan melepas sepatu.

77. Queen Sirikit Museum of Textiles, Bangkok
Satu lagi museum di dalam kompleks Grand Palace. Pameran hari itu menampilkan Sirivannavari Grace Glamour Glory, koleksi busana rancangan HRH Putri Sirivannavari Nanriratana; Decades of Style: The Royal Wardrobe of Her Majesty Queen Sirikit, seperti namanya, koleksi busana kenegaraan dari ibu suri, dan Woven Dialect yang sungguh penuh warna. Entah di lantai dasar maupun lantai atas pacar menghabiskan waktu mencetak motif baik di kertas maupun di game interaktif.

78. The Queen’s Gallery, Bangkok
Butuh dua kali datang baru mendapati galeri ini buka, untungnya sejangkauan jalan kaki saja dari hostel. Saat saya dan pacar datang baru saja dimulai pameran temporer Bualuang Paintings: In the Realm of Memories. Masih ada pesta pembukaan di lantai dasar, ada kameramen sibuk merekam, bahkan salah satu pelukisnya sibuk diwawancarai di depan karya-karya dia.

79. Bangkok National Museum, Bangkok
Museum Nasionalku yang keempat. Ini museum terbesar di Asia Tenggara sehingga butuh seharian -diselingi makan di kantinnya- untuk saya dan pacar menjelajahi seluruh galerinya. 3 galeri terakhir udah agak buru-buru mau tutup. Di Buddhisawan Chapel kami bahkan membaca seluruh riwayat hidup Buddha. Di galeri Period of Srivijaya, diperdebatkan apakah pusat kerajaan Sriwijaya ada di Sumatera atau di Indochina, sementara di galeri Java Art, isinya semua adalah patung-patung dan relief yang dibawa Raja Rama V dari candi-candi di Jawa. Betul-betul sejarah lengkap Thailand.

80. The National Gallery, Bangkok
Hari terakhir di Thailand. Dengan harga tiket yang setara museum nasional Bangkok, sa agak kecewa mendapati beberapa galeri tutup dan sejumlah lukisan tidak dapat saya temukan (terutama koleksi lukisan keluarga kerajaan) seperti waktu saya gugling atau melihat brosurnya, dan ini menjelaskan review-review kurang enak yang sudah saya baca sebelumnya, tapi syukurnya pacar puas. Pameran tetap hari itu bertema Art in the Reign of King RAMA IX, sementara pameran temporer adalah #BuscandoMexico dari Diego Rodarte.

81. Can’s Gallery, Jakarta
Baru tahu ada galeri kecil di seberang markas Paspampres. Hari itu ada pameran Yesterday I wrote the future yang menampilkan banyak karya digital. Cukuplah untuk saya dan pacar mengisi pagi setelah titip barang di Stasiun Gambir.

82. Museum Pengkhianatan PKI (Komunis), Jakarta
Tidak menyangka akan sampai juga di kompleks Monumen Pancasila Sakti. Kalo bukan karena  sudah ada LRT ke Cibubur saya gak bakal ke sini. Saya sempat kena prank Google Maps akhirnya salah jalan masuk kampung. Museumnya butuh revitalisasi. Pencahayaannya tidak enak, sejumlah penjelasan teksnya sudah susah terbaca, dan item display tampaknya ada yang hilang. Walaupun tahu ini museum propaganda orde baru, tapi melihat situasi dunia sekarang jadi bisa paham betapa berbahayanya paham kiri, ntah itu berwujud ke marxisme atau sekedar woke.

83. Museum Paseban, Jakarta
Museum di sebelah museum sebelumnya dengan fokus pada peristiwa G/30/S di Jakarta dan relik dari ketujuh perwira, plus foto-foto dari upacara pemakaman. Terlihat bagus karena konon direvitalisasi era SBY. Dengan masih luasnya propaganda tentang penyiksaan di Lubang Buaya, tidak menyangka bahwa hasil visum otopsi jenazah juga dipajang di ruang relik.

84. Galeria Sophilia, Jakarta
Satu lagi museum privat yang sudah lama ada di daftar keinginan saya. Petualangan juga ke sini karena saya dan pacar sempat nyasar dulu naik turun angkot. Saya suka ide galerinya untuk mengumpulkan replika karya seni terkenal walo pacar kurang terkesan karena terbiasa ke museum seni di eropa untuk melihat aslinya. Masih banyak lukisan di galeri lantai 6 yang tidak ada keterangannya. Sementara museum di lantai 7 yang tidak bolah diprotet jauh lebih mengesankan lagi karena sa merasa harta kekayaan pemilik museum dipamerkan di sini, termasuk benda-benda arkeologi China. Menyenangkan ke sini.

Di Galeria Sophilia

6 trip dalam 4 tahun terakhir bahkan di masa pandemi, sungguh tidak menyangka kalo doa di postingan terdahulu akan terkabul. Di tahun berikut, entahlah kalo Tuhan masih akan mengijinkan saya melihat dunia. Usai trip terakhir, saya pulang dan mendapati nyokap ternyata kena kanker setelah cukup lama sakit keras. Sa akan di rumah saja sampai nyokap tidak sakit lagi (ntah di kehidupan ini atau di kehidupan kekal), dan sesudah itu belum tahu bakal jadi apa. Akankah sampai di Louvre atau Smithsonian? Atau jagain bokap saja kalo Nyokap tidak ada? Entahlah. Selamat Natal 2023 dan Tahun Baru 2024.

2 Replies to “Museum dan Galeri, 2020-2023”

Tinggalkan komentar